Pages

Kamis, 30 Juni 2016

The Notebook: #6 Prom

Gue bukan orang yang fancy dan suka datang di party-party yang mewajibkan baju mahal kayak jas dan dress. Bahkan gue bertanya-tanya apa standar kenapa pakaian  kayak gitu dibilang formal. Tapi kalo acaranya sekali seumur hidup kayak prom SMA, gue pasti datang. Katanya, ini momen-momen terakhir SMA. Sekarang gue mau berbagi 1 pengalaman yang mungkin ga bakal gue lupakan nih readers. Ini momen yang ngebuat gue jantungan.

Waktu gue prom, for some reasons gue pake  tongkat kruk, buat yang ga tau, itu tongkat buat orang yang patah kaki dan memang gue lagi patah kaki. Jalan pake kruk tuh ga gampang apa lagi di tempat yang banyak orang. Dan di prom ini gue belajar buat hati-hati kalo jalan. Ceritanya, prom malah jadi ajang foto-foto. Gue pun termasuk orang yang lebih banyak  foto daripada ikut rangkaian acara si prom ini.

Prom SMA angkatan gue dilaksanain di sebuah ballroom hotel di Bandung. Nah si ballroom ini lampunya dinyala-matiin terus biar ngasih suasana gitu ke acaranya. Otomatis kalo mau foto, anak-anak pada keluar ballroom buat foto. Sebagai orang yang sibuk, eh  sebagai orang yang juga pengen punya memori SMA  dalam  bentuk JPG, gue juga  foto-foto.

Jadi diceritakan ada cewe bernama X yang emang pake gaun yang ada terusan gitu dibagian bawah gue ga tau nama hitsnya. Dia berdiri di sebelah pintu masuk sekaligus keluar ballroom. Gue diajak keluar sama temen gue buat foto. Pas mau keluar, bagian deket pintu ternyata super  penuh gara-gara banyak yang ngantri photobooth. Mau ga mau, gue harus jalan agak nyamping  ke deket pintu masuk. Gue ngelewatin X ini biasa aja.

Sampai beberapa detik kemudian

Di depan gue ada barisan orang yang mau masuk  ke ballroom dan gue jalan  makin ke samping. Lalu gue sadar, tongkat gue bukan numpu ke karpet. OH SIT! Detik itu gue langsung ngangkat tongkat gue dan gimanapun caranya jalan pak satu tongkat. Gue juga tatapan mata sama temen gue yang ada di barisan orang yang masuk dan gue bisa baca tatapan matanya yang ngomong "ANJAY!"  seakan gue melakukan dosa besar. Gue langsung kabur secepat orang patah kaki bisa kabur.

Dan yap!

Pas Ramadhan gue ngumpul bareng temen sekelas gue. Kita bisa gosip gosip lucu gitu kaan. Nah gue cerita kejadian pas prom. Ternyata dress dia harganya 20 juta. 20 juta hahaha. Gue bisa beli laptop sama motor tuh  pake uang segitu. Gue bersyukur gue sigap kabur. Kalo ga siap siap digampar gue gara gara ga sengaja mengotori gaun 20 juta.

Senin, 13 Juni 2016

The Notebook: #10 Me, Regarding This Inferior Extroverted Sensing Part 1

Aku salah satu orang yang mempunyai fungsi otak extroverted sensing yang lemah. Extroverted sensing sendiri  mungkin secara basicnya bisa dijelaskan menjadi fungsi stimulasi dunia luar. Atau gimana ya bisa searching sendiri lah ya. Tapi aku jelasin secara singkat gimana biasanya trait dari orang yang punya inferior extroverted sensing.

Orang yang mempunyai inferior extroverted sensing, atau kita singkat aja, SE, biasanya clumsy. Mereka sering jatuh dan tersandung benda. Kadang-kadang pula, mereka tidak menikmati momen yang ada dan kurang bersyukur. Mereka sering memikirkan bagaimana idealnya sesuatu sehingga melupakan kesenangan yang mereka bisa dapatkan dari sesuatu itu sendiri. 

Nah, sekarang aku ingin berbagi pengalamanku mengenai inferior SE ini. 

Pertama, aku super super nggak bisa peka dengan bau atau melihat dengan teliti. 
Pernah suatu  hari, di tempat bimbingan belajarku, aku sedang belajar dengan teman diskusiku. Kemudian sekitar jam 1, hujan turun. Lalu dia berkata bahwa ia mencium bau hujan, apaitu namanya? Petrichor or  something. TAPI AKU BAHKAN NGGAK MENCIUM BAU APAPUN. Ditambah lagi, temanku yang baru keluar dari kelasnya bisa mencium petrichor. and i was like... am i nggak sepeka ini:((

Terus masalah nggak teliti melihat...
Dulu saat aku masih SMA, aku /for some reasons/ pake kruk, tongkat penyangga, untuk 8 bulan karena aku patah tulang. Nah,  saat aku boleh lepas tongkat, salah satu temanku menyembunyikan tongkat itu di ruang kelasku. Aku mencarinya tapi kok ga nemu nemu ya:( terus akhirnya  setelah pencarian lama, aku baru bisa menemukan tongkat itu. Padahal itu disembunyikan di atas speaker. Dan untuk kalian yang ga tau ukuran kruk segimana, itu sekitar 1 meter x 15 cm:((


The Notebook: #1 Never Had I Seen Someone Looks So Lost In Their Own Skin Before

Siapa sebenarnya kau?
Kau terus berusaha melakukan sesuatu yang orang lain minta untuk kau lakukan.
Kau terus menerima segala kritik dan saran dari orang orang sekitar.
Kau mengikuti langkah-tingkah idola yang selalu kau puja.
Namun siapa sebenarnya kau?
Kau berusaha menggapai strata sosial yang tinggi dengan keinginan untuk menjadi yang terbaik.
Kau berusaha berkompetisi untuk menunjukkan bahwa kau bisa, bahwa kau memiliki kemampuan, bahwa kau juga pantas mendapat pujian.
Tapi kau lupa.
Kau lupa dengan dirimu sendiri.
Kau mengejar orang-orang, berusaha untuk menjadi lebih baik.
Sampai-sampai
Kau hanyalah tumpukan berbagai sifat dan hasrat lingkungan sekitarmu.
Berbuat begini karena orang bilang begitu.
Dan tumpukan itu, menjadikan tubuhmu hanyalah budak dari strata lingkungan sosialmu.
Tangan, kaki, rambut, dan badanmu dipaksa untuk mengikuti pikiranmu yang teracuni oleh hal-hal yang dianggap bagus oleh orang-orang sekitarmu.
Ketakutan akan anggapan buruk dari orang-orang menciptakan sebuah pikiran “ingin sama dengan orang lain”, membuang impian dan persepsi lama hanyalah karena yang baru terlihat lebih baik.
Kamu adalah aku, yang saat ini sedang menatapku lewat refleksi sebuah cermin. Aku menatap lama matamu, mencoba membaca siapa sebenarnya dirimu.
Sayang, aku tidak tahu lagi siapa kau.

The Notebook: #4 Shape of Memories

Pecahan. Bagian-bagian. Fraksi.
Untukku, memori adalah fraksi. Lebih tepatnya, fraksi dari sebuah cermin. Tapi cermin ini bukan cermin biasa. Ia menyimpan semua yang ia telah lihat, dan terkadang mengingatkan kita kepada apa yang kita pernah lihat. Namun, tidak ada hal yang abadi di dunia ini. Cermin ini mempunyai musuh. Mari  kita  sebut dia dengan nama ”waktu”. Semakin waktu berlalu, semakin retaklah sang cermin.
Menjadi ratusan, ribuan, bahkan jutaan fraksi.
Fraksi cermin ini sangat tipis dan rapuh. Semua hal kucoba untuk menyatukannya kembali menjadi suatu bagian utuh. Namun, siapa aku untuk melawan waktu? Waktu yang dapat menghancurkan apa pun. Waktu yang dapat dengan dinginnya menghembuskan fraksi ini semakin jauh dariku, sehingga aku mulai kehilangan fraksi-fraksiku. 
Namun, kita manusia adalah makhluk tuhan yang paling sempurna, kan? Kita tidak mungkin begitu saja menyerah melawan waktu walaupun kita tahu kita akan kalah. Setiap fraksi ini menyimpan perasaan. Entah itu satu, dua, atau berbagai perasaan yang saling bercampur. Perasaan yang  dapat menguatkan kembali fraksi yang sudah hampir menghilang. Atau bahkan mengembalikan fraksi yang sudah hancur berkeping-keping. Perasaan, baik rindu, senang, sedih, kesepian, bahagia, bingung, ataupun ratusan perasaan lainnya yang dapat dijelaskan dengan kata-kata atau tidak, dapat menguatkan cerminan ingatan kita. Mengembalikan cerminan ingatan, bukan hanya sekali, namun berkali-kali.

Minggu, 12 Juni 2016

The Notebook: #3 Message To Future Me

Hey, aku lima tahun yang akan datang! Gimana nih kabarnya? Aku harap kamu menjawab pertanyaan ini dengan senyum dan tawa ringan sambil membaca ini, berpikir dan  bersyukur bahwa kamu baik-baik saja. Ingat, perjalanan hidup masih panjang. Aku harap kamu masih memegang teguh janji kita. Aku harap juga kamu tidak melupakan kenapa kita berjuang di jalan ini. Aku berharap kamu selalu ingat pada tuhan dan aku berharap kamu bahagia dengan keadaanmu.

Jujur, sekarang aku masih belum bisa membayangkan keadaanmu karena sekarang aku  juga masih berada dalam ketidakpastian masa depan. Tapi, jika kamu membaca ini, itu berarti kamu sudah melewati semua tantangan dan cobaan selama lima tahun. Berhasil atau gagal, aku tetap bangga. Maybe youre not the best but still, you tried your best!

Of course ini bakal jadi pesan singkat yang mempunyai inti, bukan cuma basa-basi untuk memuji. Disini  aku punya permintaan nih buat kamu. Hmm... here goes...

Please dont forget me, your past experience, your past decision, the one that makes you. Please dont be busy with your future that you forget yourself.

Okay. Satu hal lagi, tolong lanjutin message ini ke aku yang 10 tahun lagi yap!

Sabtu, 11 Juni 2016

The Notebook: #2 Why I Like Wolf

Wolf, Serigala, binatang karnivor yang hidup di daerah dingin, baik secara sendiri atau berkelompok. Cerita mengatakan. serigala kecil harus menjadi kuat untuk bertahan hidup sendiri. Serigala kecil yang lemah tidak akan mampu bersaing dengan alam dan akan mati. Serigala yang kuat, terkadang, mau tak mau harus melakukan hal-hal yang membuat dirinya menjadi kuat.

Serigala, sering menjadi simbol untuk  penyendiri.

"Hey hey hey hey, jadi kamu suka serigala  karena mencerminkan kamu yang penyendiri?"

Tentu tidak.
Aku suka serigala karena ia kuat. Ia selalu bertahan walaupun sendirian, walaupun dunia menghinanya karena dunia melihat ia kasar, kotor, atau agresif. Namun, dunia tidak tahu apa yang telah dilaluinya. Dunia  melihat lukanya namun dunia tidak melihat usahanya. Dunia hanya memandangnya sebelah mata, sebagai binatang melata yang hanya  memikirkan dirinya sendiri. Padahal, salah satu hal terlucu yang dilakukan dunia adalah membentuknya menjadi seperti itu. Ia hanya  mencoba bertahan. Menyembunyikan rasa takut dengan keberaniannya. Menyembunyikan rasa lelah  dengan kekuatannya. Padahal mungkin itu semua palsu, hanya sifat yang dipaksa untuk menggapai sesuatu yang bahkan ia tak tahu apakah ia ingin kan atau tidak. Bertahan hidup.

Atau mungkin.
Dia tahu bagaimana kerasnya hidup sendiri, sehingga ia  lupa bagaimana mudahnya melakukan sesuatu bersama-sama, bagaimana rasanya saling percaya, saling membutuhkan. Hmp.  Dunia telah membuatnya buta.  Ia sekarang diselubungi rasa takut akan mati, akan gagal, akan  jatuh dan tertinggal. Mungkin ia terlihat kuat karena ia tahu tidak akan ada yang peduli dengan rasa sedih dan sakitnya bila ia menampakkannya? Mungkin ia melakukan semua hal  itu karena ia tahu bahwa tidak akan ada yang datang saat ia membutuhkan. Mungkin ia tahu bagaimana kehidupan ini berjalan. Dan mungkin, ia tak mau begitu saja kalah dari kehidupan.

The Notebook: #5 Conversation with Red, Geno, Swap, and I : Feeling

Red: Kenapa manusia harus punya perasaan? Itu ngebuat orang-orang lemah.
Swap: Maksud dari lemah itu "perhatian dan saling mengerti" kan?
Red: Bukan, maksud aku lemah. L-E-M-A-H.
Aku: Wow thats rude. Tapi bener sih. Kenapa kita harus punya feeling? perasaan? Kita selain geno sih haha.
Geno: Hey mungkin aku punya perasaan...                 ... kalau aku peduli.
Swap: Tapi kamu super (super super super super super) ga peduli apapun:(  Kamu ingat pas [name's deleted] sedih dan kamu cuma diam ga ngapa-ngapain?
Geno: Memang aku harus ngapain?
Aku: Mmmm mungkin  ngebantu ngenenangin dia atau apapun?
Geno:  Bro, udah banyak yang  bantuin dia, ngapain aku ngebantu lagi?
Red: Hey hey hey sssshhh kalian belum ngejawab pertanyaan pentingnya.
Aku: Okay sebelum  jawab, aku  juga punya pertanyaan. Buat kamu perasaan itu apa, Red?
Red:  ....
Kenapa kamu tanya itu? -___-
Aku: Curious! Orang kayak kamu yang sangat sangat kompeten, visioner, dan /keliatan/ kuat, ga mau dibantu orang lain dsb dsb. Buat kamu perasaan itu apa?
Swap: Wahaaw seru niiiih. Cepet jawab Red.
Red: Gandeng, Swap.
Aku: So, whats the answer?
Red: ...
Aku: Aku tunggu yaa, Red
Geno: Whats the point? Kita tau Red emotionally  weak
Red: Aku enggak  emotionally weak!
Swap: Geno ituuu superr rude!!!!!!
Geno: Ok aku punya  banyak teori buat ngebuktiin itu dan ngejelasin kenapa  manusia punya perasaan tapi aku tau kalian ga bakal denger.
Swap:  Aku juga bisa:(
Aku: Actually  aku juga tau
Red: ...
Red: I hate you guys:(