Asal Mula Teater
Waktu dan tempat
pertunjukan teater pertama kali dimulai tidak diketahui. Adapun yang dapat
diketahui hanyalah teori tentang asal mulanya. Di antaranya teori tentang asal
mula teater adalah sebagai berikut:
- Berasal dari upacara agama
primitif. Unsur cerita ditambahkan
pada upacara semacam itu yang akhirnya berkembang menjadi pertunjukan
teater. Meskipun upacara agama telah lama ditinggalkan, tapi teater ini
hidup terus hingga sekarang.
- Berasal
dari nyayian untuk
menghormati seorang pahlawan di kuburannya. Dalam
acara ini seseorang mengisahkan riwayat hidup sang pahlawan yang lama
kelamaan diperagakan dalam bentuk teater.
- Berasal
dari kegemaran manusia
mendengarkan cerita.Cerita itu kemudian juga dibuat dalam bentuk
teater (kisah perburuan, kepahlawanan, perang, dsb).
Naskah teater tertua di
dunia yang pernah ditemukan ditulis seorang pendeta Mesir, I
Kher-nefert, di jaman peradaban mesir kuno kira-kira 2000 tahun sebelum
tarikh Masehi dimana pada jaman itu peradaban Mesir kuno sudah maju. Mereka
sudah bisa membuat piramida, sudah mengerti irigasi, sudah bisa membuat
kalender, sudah mengenal ilmu bedah, dan juga sudah mengenal tulis
menulis.
I Kher-nefert menulis naskah tersebut untuk sebuah
pertunjukan teater ritual di kota Abydos, sehingga terkenal sebagai “Naskah
Abydos” yang menceritakan pertarungan antara dewa buruk dan dewa baik.
Jalan cerita naskah Abydos juga diketemukan tergambar dalam relief
kuburan yang lebih tua. Sehingga para ahli bisa mengira bahwa jalan cerita itu
sudah ada dan dimainkan orang sejak tahun 5000 SM. Meskipun baru muncul sebagai
naskah tertulis di tahun 2000 SM. Dari hasil penelitian yang
dilakukan diketahui juga bahwa pertunjukan teater Abydos
terdapat unsur-unsur teater yang meliputi; pemain, jalan cerita,
naskah dialog, topeng, tata busana, musik, nyanyian, tarian, dan properti
pemain seperti tombak, kapak, tameng, dan sejenisnya.
Teater Yunani Klasik
Tempat pertunjukan
teater Yunani pertama yang permanen dibangun sekitar 2300 Tahun yang lalu.
Teater ini dibangun tanpa atap dalam bentuk setengah lingkaran dengan tempat
duduk penonton melengkung dan berundak-undak yang disebut Amphiteater.
Ribuan orang mengujungi amphiteater untuk menonton teater-teater, dan hadiah
diberikan bagi teater terbaik. Naskah lakon teater Yunani merupakan
naskah lakon teater pertama yang menciptakan dialog diantara para karakternya.
Ciri-ciri khusus
pertunjukan teater pada masa Yunani Kunoadalah:
- Pertunjukan dilakukan di
Amphiteater
- Sudah menggunakan naskah lakon
- seluruh pemainnya pria bahkan
peran wanitanya dimainkan pria dan memakai topeng karena
- setiap pemain memerankan lebih
dari satu tokoh.
- Cerita yang dimainkan adalah
tragedi yang membuat penonton tegang, takut,dan kasihan serta cerita
komedi yang lucu, kasar dan sering mengeritik tokoh terkenal pada waktu
itu
- Selain pemeran utama juga ada
pemain khusus untuk kelompok koor (penyanyi), penari, dan narator (pemain
yang menceritakan jalannya pertunjukan).
Pengarang
teater Yunani Klasik Yaitu
:
- Aeschylus(525-SM.) Dialah yang pertama kali mengenalkan tokoh
prontagonis dan antagonis mampu menghidupkan peran. Karyanya yang terkenal
adalah Trilogi Oresteia yang terdiri dariAgamennon ,
The Libatian Beavers, dan The Furies.
- Shopocles (496-406 SM.) Karya yang terkenal adalah Oedipus The
King, Oedipus at Colonus, Antigone.
- Euripides (484-406 SM) Karya-karyanya antara lain Medea,
Hyppolitus, The Troyan Woman, Cyclops.
- Aristophanes (448-380 SM)Penulis naskah drama komedi, karyanya yang terkenal
adalah Lysistrata, The Wasps, The Clouds, The Frogs, The Birds.
- Manander (349-291 SM.) Manander menghilangkan Koor dan menggantinya
dengan berbagai watak, misalnya watak orang tua yang baik, budak yang
licik, anak yang jujur, pelacur yang kurang ajar, tentara yang sombong dan
sebagainya. Karya Manander juga berpengaruh kuat pada jaman Romawi
Klasik dan drama komedi jaman Renaisans dan Elisabethan.
Kebanyakan drama tragedi
Yunani dibuat berdasarkan legenda. Drama-drama ini sering membuat penonton
merasa tegang, takut, dan kasihan. Drama komedi bersifat lucu dan kasar serta
sering mengolok-olok tokoh-tokoh terkenal.
Teater Romawi Klasik
Setelah tahun 200
sebelum Masehi kegiatan kesenian beralih dari Yunani ke Roma, begitu juga
Teater. Namun mutu Teater Romawi tak lebih baik daripada teater Yunani. Teater
Romawi menjadi penting karena pengaruhnya kelak pada zaman Renaisans. Teater
pertama kali dipertunjukkan di kota Roma pada tahun 240 SM. Pertunjukan ini
dikenalkan oleh Livius Andronicus, seniman Yunani. Teater Romawi
merupakan hasil adaptasi bentuk teater Yunani. Hampir di setiap unsur
panggungnya terdapat unsur pemanggungan teater Yunani. Namun demikian teater
Romawi pun memiliki kebaruan-kebaruan dalam penggarapan dan penikmatan
yang asli dimiliki oleh masyarakat Romawi dengan ciri-ciri sebagi berikut :
- Koor tidak lagi berfungsi
mengisi setiap adegan .
- Musik menjadi pelengkap seluruh
adegan. Tidak hanya menjadi tema cerita tetapi juga menjadi ilustrasi
cerita.
- Tema berkisar pada masalah
hidup kesenjangan golongan menengah.
- Karekteristik tokoh tergantung
kelas yaitu orang tua yang bermasalah dengan anak-anaknya atau kekayaan,
anak muda yang melawan kekuasaan orang tua dan lain sebagainya.
- Seluruh adegan terjadi di
rumah, di jalan dan di halaman
Bentuk – bentuk pertunjukan yang terkenal di zaman
Romawi klasik adalah:
- Tragedi. Satu-satunya
bentuk tragedi yang terkenal dan berhasil diselamatkan adalah karya Lucius
Anneus Seneca ( 4 SM-65 M) dengan ciri-ciri:
Plot cerita
terdiri dari 5 babak dengan struktur cerita yang terperinci jelas
Adegan
berlangsung dalam ketegangan tinggi
Dialog ditulis
dalam bentuk sajak
Tema cerita
seputar hubungan antara alam kemanusiaan dan alam gaib
Menggunakan
teknik monolog, bisikan-bisikan pada beberapa tokoh penting yang mengungkapkan
isi hati.
- Farce Pendek. Farce (pertunjukan jenaka) sejak abad
1 SM menjadi bagian sastra dan menjadi bentuk drama yang terkenal. Bentuk
pertunjukan teater tertua pada zaman teater Romawi Klasik ini
ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
Selalu
menggunakan tokoh yang sama dan sangat tipikal, misalnya tokoh badut tolol yang
bernama Maccus. Tokoh yang serakah dan
rakus bernama Bucco. Sedangkan
Pappus adalah tokoh yang tua dan mudah ditipu.
Plot
cerita berupa tipuan-tipuan dan hasutan-hasutan yang dilakukan para badut
dimana musik dan tari menjadi unsur penting dalam menjaga jalannya
cerita.
Menggunakan
Seting suasana alam pedesaan
- Mime. Mime muncul di zaman Yunani sekitra abad 5 SM dan
kemudian masuk Romawi sekitar tahun 212 SM ini ciri-cirinya adalah:
Banyak
terdapat adegan-adegan lucu, singkat, dan impovisasi
Tokoh wanita
dimainkan oleh pemain wanita
Para pemiannya
tidak mengenakan topeng
Cerita yang
dibawakan bertema perzinahan, menentang sakramen, dan upacara gereja
Teater Romawi merosot
setelah bentuk Republik diganti dengan kekaisaran tahun 27 Sebelum Masehi
dan lenyap setelah terjadi penyerangan bangsa-bangsa Barbar serta
munculnya kekuasaan gereja. Pertunjukan teater terakhir di Roma terjadi tahun
533.
Teater
Abad Pertengahan
Dalam tahun 1400-an dan
1500-an, banyak kota di Eropa mementaskan drama untuk merayakan hari-hari besar
umat Kristen. Drama-drama dibuat berdasarkan cerita-cerita Alkitab dan
dipertunjukkan di atas kereta, yang disebut pegeant, dan
ditarik keliling kota. Bahkan kini pertunjukan jalan dan prosesi penuh warna
diselenggarakan diseluruh dunia untuk merayakan berbagai hari besar keagamaan.
Para pemain drama pageant menggunakan tempat dibawah kereta
untuk menyembunyikan peralatan. peralatan ini digunakan untuk efek tipuan,
seperti menurunkan seorang aktor dari atas ke panggung. Para pemainpegeant memainkan
satu adegan dari kisah dalam Alkitab, lalu berjalan lagi. Pegeant lain
dari aktor-aktor lain untuk adegan berikutnya, menggantikannya. Aktor-aktor pegeant seringkali
adalah para perajin setempat yang memainkan adegan yag menunjukan keahlian
mereka.Orang berkerumun untuk menyaksikan drama pegeant religius
di Eropa. drama ini populer karena pemainnya berbicara dalam bahasa
sehari-hari, bukan bahasa Latin yang merupakan bahasa resmi gereja-gereja
Kristen.
Ciri-ciri teater
abad Pertengahan adalah sebagai
berikut:
- Drama dimainkan oleh aktor-aktor yang belajar di
universitas sehingga dikaitkan dengan masalah filsafat dan agama.
- Aktor bermain di panggung di atas kereta yang bisa
dibawa berkeliling menyusuri jalanan
- Lirik-lirik dialog drama menggunakan dialek atau bahasa
- Drama banyak disispi cerita kepahlawanan yang dibumbui
cerita percintaan.
- Drama diaminkan di tempat umum dengan memeungut
bayaran.
- Drama tidak memiliki nama pengarang
Reanissance
Abad 17 memberi
sumbangan yang sangat berarti bagi kebudayaan Barat. Sejarah abad 15 dan 16
ditentukan oleh penemuan-penemuan penting yaitu mesin, kompas, dan mesin cetak.
Semangat baru muncul untuk menyelidiki kebudayaan Yunani dan Romawi klasik.
Semangat ini disebut semangat Reanissance yang berasal
dari kata renaitre yang berarti kelahiran kembali
manusia untuk mendapatkan semangat hidup baru. Gerakan yang menyelidiki
semangat ini disebut gerakanHumanisme.
Pusat-pusat aktivitas
teater di Italia adalah istana-istana dan akademi. Di gedung-gedung teater
milik para bangsawan inilah dipentaskan naskah-naskah yang meniru drama-drama
klasik. Para aktor kebanyakan pegawai-pegawai istana dan pertunjukan
diselenggarakan dalam pesta-pesta istana.
Ada 3 jenis drama yang
dikembangkan, yaitu : Tragedi, Komedi dan Pastoral ataun drama yang
membawakan kisah-kisah percintaan antara dewa-dewa dengan para gembala di
daerah pedesaan. Namun nilai seni ketiganya masih rendah. Meskipun demikian gerakan
mereka memiliki arti penting karena mulailah Eropa mengenal drama yang jelas
struktur bentuknya.
Penulis-penulis yang terkenal ialah:
1.
Ludovico Ariosto (1474-1533)
2.
Giangiorgio Trissino (1478-1550)
3.
Giambattista Giraldi Cinithio(1504-1573)
4.
Niccolo Machiavelli (1469-1527)
Ciri-ciri teater jaman Reanissance:
- Naskah lakon yang dipertunjukan meniru teater zaman
Yunani klasik.
- Cerita bertema Mitologi atau kehidupan sehari-hari
- Tata buasana dan seting yang dipergunakan sangat
inofatif.
- Pelaksanaan bentuk teater diatur oleh kerajaan maupun
universitas sehingga moral pengetahuan perspektif dan Fagade Roma.
- Menggunakan panggung prosenium yaitu bentuk panggung
yang memisahkan area panggung dengan penonton.
Pada zaman ini juga
melahirkan satu bentu teater yang disebutCommedia Dell’arte. Merupakan
bentuk teater rakyat Italia yang berkembang di luar lingkungan istana dan
akademisi. Pada tahun 1575 bentuk ini sudah populer di Italia. Kemudian
menyebar luas di Eropa dan mempengaruhi semua bentuk komedi yang diciptakan
pada tahun 1600. Ciri Khas Commedia Dell’arte adalah:
- Para pemain dibebaskan berimprovisasi mengikuti
jalannya cerita dan dituntut memilikik pengetahuan luas yang dapat
mendukung permainan improvisasinya.
- Menggunakan naskah lakon yang berisi garis besar cerita
- Cerita yang dimainkan bersumber pada cerita yang
diceritakan secara turun menurun.
- Cerita terdiri dari tiga babak didahului prolog
panjang. Plot cerita berlangsung dalam suasana adegan lucu.
- Peristiwa ceritaberlangsung dan berpindah secara
cepat .
- Terdapat tiga tokoh yang selalu muncul,
yaitu tokoh penguasa, tokoh penggoda, dan tokoh pembantu.
- Tempat pertunjukannya di lapangan kota dan
panggung-panggung sederhana.
- Setting panggung sederhana yaitu; rumah, jalan, dan
lapangan
Teater
Zaman Elizabeth
Pada tahun 1576, selama
pemerintahan Ratu Elizabeth I, gedung teater besar dari kayu dibangun di London
Inggris. Gedung ini dibangun seperti lingkaran sehingga penonton bisa duduk
dihampir seluruh sisi panggung. Gedung teater ini sangat sukses sehingga banyak
gedung sejenis dibangun disekitarnya.salah satunya yang disebut Globe, gedung
teater ini bisa menampung 3.000 penonton. Penonton yang mampu membeli tiket
duduk di sisi-sisi panggung. Mereka yang tidak mampu membeli tiket berdiri di
sekitar panggung.
Globe mementaskan
drama-drama karya William Shakespeare, penulis drama terkenal dari inggris yang
hidup dari tahun 1564 sampai tahun1616. Ia adalah seorang aktor dan penyair,
selain penulis drama. Ia biasanya menulis dalam bentuk puisi atau sajak.
Beberapa ceritanya melakukan monolog panjang, yang disebut solloquy, yang
menceritakan gagasan-gagasan mereka kepada penonton. Ia menulis 37 drama dengan
berbagai tema, mulai dari pembunuhan dan perang sampai cinta dan kecemburuan.
Ciri-ciri teater zaman Elizabeth adalah:
- Pertunjukan dilaksanakan sian g hari dan tidak mengenal
waktu istirahat.
- Tempat adegan ditandai dengan ucapan dengan disampaikan
dalam dialog para tokoh.
- Tokoh wanita dimainkan oleh pemain anak-anak laki-laki.
Tidak pemain wanita.
- Penontonya berbagai lapisan masyarakat dan diramaikan
oleh penjual makanan dan minuman.
- Menggunakan naskah lakon.
- Corak pertunjukannya merupakan perpaduan antara teater
keliling dengan teater sekolah dan akademi yang keklasik-klasikan.
Teater
abad 17 di Spanyol dan Perancis
Drama-drama agama hanya
berkembang di Spanyol Utara dan Barat karena sebagian besar Spanyol dikuasai
Islam. Ketika kekuasaan Arab dapat diusir dari Spanyol kira-kira tahun 1400
maka drama dijadikan salah satu media untuk “menghistorikan” kembali bekas
jajahan Arab. Teater berkembang sebagai media dakwah agama. Inilah sebabnya
drama agama berkembang di Spanyol.Gereja sangat berperan dalam
pengembangan drama. Pertunjukan yang berkembang adalah AutosSacramentales dengan ciri
ciri antara lain:
- Tokoh-tokoh dalam cerita adalah tokoh simbolik,
misalnya si Dosa, Si Bijaksana dipertemukan dengan tokoh supranatural dan
manusia biasa dengan cerita berdasarkan kehidupan sekuler maupun
ajaran-ajaran gereja.
- Dipertunjukkan di atas kereta kuda (2 tingkat) yang
dinamaicarros. Kereta-kereta kuda tadi juga membawa setting.
- Pertunjukan dilakukan oleh rombongan profesional yang
selalu berhubungan dengan gereja
- Pertunjukannya selalu diselingi tarian dan interlude
Farce pendek.
Unsur Farce berdampak
masuknya sekularisme dalam drama Autos dan berakibat gereja melarang
Autos pada tahun 1765 karena merajalelanya semangat Farce dan menyimpang dari
ajaran-ajaran agama.
Drama di luar
gereja yaitu drama sekuler juga berkembang pesat. Pada tahun 1579 telah
berdiri gedung permanen di Madrid. Bentuk gedung teater ini mirip dengan
Elizabethan di Inggris. Pelopor drama sekuler di Spanyol ialah lope
de rueda (1510-1565). Ia dramawan, aktor dan produsen yang
mendirikan gedung teater permanen di Spanyol. Tetapi profesionalisme dalam
teater baru berkembang setelah kematiannya tahun 1580-an.
Pada abad 17
Teater di Perancis menjadi penerus teater abad pertengahan, yaitu teater
yang mementingkan pertunjukan dramatik, bersifat seremonial dan ritual
kemasyarakatan. terdapat kecenderungan menulis naskah yang menggabungkan
drama-drama klasik dengan tema-tema sosial yang dikaitkan dengan budaya pikir
kaum terpelajar. Dramawan Perancis bergerak lebih ekstrim dalam mengembangkan
bentuk baru tragedi klasik yang melampaui tragedi Yunani yang padat, cermat,
dan santun. Lahirlah Klasisme baru atau neo klasik yang memiliki konvensi
sebagai berikut:
- Mengikuti dan memahami konsep pembuatan naskah klasik,
- Menjaga kemurnian tipe drama,
- Setia kepada kaidah klasik,
- Berorientasi pada fungsi drama,
- Menitikberatkan pada konsep tentang kebenaran dan moral
kebaikan,
- Setia kepada keutuhan waktu, tempat, dan
peristiwa,
- Hanya mengakui dua bentuk drama yaitu tragedi dan
komedi,
- Konsep Neoklasik mengajarkan tentang kebenaran.
Teater
Restorasi di Inggris
Zaman restorasi adalah
zaman kebangkitan kembali kegiatan teater di Inggris setelah kaum Puritan yang
berkuasa menutup kegiatan teater. Segala bentuk teater dilarang.Namun
setelah Charles II berkuasa kembali, ia menghidupkan kembali teater. Adapun
ciri- ciri teater pada zaman restorasi adalah:
- Tema cerita bersifat umum dan penonton sudah
mengenalnya.
- Tokoh wanita diperankan oleh Pemain wanita
- Penonton tidak lagi semua lapisan masyarakat, tetapi
hanya kaum menengah dan kaum atasan,
- Gedung teater mencontoh gaya Italia.
- Pertunjukan diselenggarakan di gedung
proscenium diperluas dengan menambah area yangdisebut apron.sehingga
terjadi komunikasi yang intim antara pemain dan penonton. .
- Setting panggung bergambar perspektif dan lebih
bercorak umum, misalnya taman atau istana.
Teater
Abad 18
Di abad ke 17, teater
Italia memiliki struktur-struktur bangunan dan panggung-panggung arsitektural.
Panggung-panggung itu dihiasi setting-setting perspektif yang
dilukis.Letak panggung dipisahkan dengan auditorium oleh lengkung
prosenium. Di Inggris dan Spanyol, tidak terdapat pemain wanita dalam
pementasan teater mereka. Tradisi tersebut berlangsung sampai kira-kira 1587.
Di abad ke 17, perusahaan-perusahaan seni peran Perancis dan Inggris mulai
menambahkan wanita ke dalam rombongan-rombongan pertunjukan mereka. Di Amerika,
teater kolonial baru mulai muncul. Mereka menggunakan sandiwara-sandiwara dan
aktor-aktor Inggris. Abad ke 18 adalah masa agung pertama teater untuk kaum
bangsawan.
Pada abad 18 teater di
Perancis dimonopoli oleh pemerintah dengan Comedie Francaise-nya. Secara tetap
mereka mementaskan komedi dan tragedi, sedangkan bentuk opera, drama pendek dan
burlesque dipentaskan oleh rombongan teater Italia : Comedie Italienne yang
biasanya mementaskan di pasar-pasar malam. Sampai akhir abad XVIII Perancis
menjadi pusat kebudayaan Eropa. Drama Perancis yang neoklasik menjadi model di
seluruh Eropa. Kecenderungan neoklasik menjalar ke seluruh Eropa.
Selama abad18 Italia
berusaha mempertahankan bentuk Commedia Dell’arte. Penulis besarnya ialah Carlo
Goldoni. Karya-karyanya berupa komedi yang kebanyakan agak sentimental tetapi
tergolong bermutu. Penulis naskah yang lain adalah Carlo Gozzi. Ia tidak
meneruskan tradisi dell’arte tetapi menciptakan sendiri komedi-komedi fantasi
dengan adegan-adegan penuh improvisasi. Commedia dell’arte sendiri mulai
merosot dan tidak populer di Italia pada akhir abad XVIII. Sedang dalam
tragedi, penulis Italia abad itu yang menonjol hanya Vittorio Alfieri.
Teater di Jerman sudah
berkembang pada zaman Renaissance (1500-1600) meskipun dalam bentuk yang belum
sempurna, inilah sebabnya teater Jerman tak berbicara banyak di Eropa sampai
tahun 1725. Teater Jerman dengan model Comedie Francaise, menciptakan
suatu organisasi teater paling baik di Eropa pada akhir abad XVIII sejak itu
gerakan teater Jerman berpaling dari ide neoklasik kepada aliran romantik.
Teater
Awal Abad 19
Drama Romantik
berkembang antara tahun 1800-1850 karena memudarnya gagasan neoklasik dan
terjadinya peristiwa revolusi Perancis . Revolusi perancis — yang berhasil
mengubah struktur dan pola kehidupan rakyat Perancis –menghadirkan gerakan baru
di dunia teater yang mendorong terciptanya formula penulisan tema dan penokohan
dalam naskah lakon.
Ciri-ciri
pertunjukan teater Romantik adalah:
- menggunakan naskah dengan
struktur yang bersifat longgar dengan karakter tokoh yang berubah-ubah di
setiap episode. Setiap bagian
- Plot cerita memiliki
episodenya sendiri (plot episodik)
- Inti cerita adalah masalah
kebebasan . Memberontak pada fakta dan aturan yang bersifat klasik.
- Membawakan cerita kesejarahan
yang memuat adegan perang, pemberontakan, pembakaran istana, perang
tanding dan sebagainya.
- Panggung dihiasi dengan
gambar-gambar yang sangat indah.
- Setting perspektif diganti
dengan lukisan untuk layar sayap panggung dan sayap belakang dan bentuk
skeneri ditampilkan bergantian.
Di awal abad ke 19,
sebuah pergerakan teater besar yang dikenal denganRomantik mulai
berlangsung di Jerman. August Wilhelm Schlegel adalah seorang
penulis Roman Jerman yang menganggap Shakespeare adalah salah satu dari
pengarang naskah lakobn terbesar dan menerjemahkan 17 dari naskah lakonnya.
Penggemar besar Shakespeare lain adalahLudwig Tiecky yang
sangat berperan dalam memperkenalkan karya-karya Shakespeare kepada orang-orang
Jerman. Salah satu lakon tragedinya adalah Kaiser Octaveous.
Pengarang Jerman lainnya di awal abad ke 19 antara lain, Henrich von
Kleist yang dikenal sebagai penulis lakon terbaik jaman
itu, Christian Grabbe yang menulis Don
Jaun dan Faust, Franz Grillparzer yang dipandang sebagai penulis lakon
serius pertama Austria, dan George Buchner yang
menulis Danton’s Death dan Leoce & Lena.
Di Inggris, pergerakan
Romantik dipicu oleh naskah lakon karya Samuel Taylor Coleridge, Henry James
Byron, Percy Bysshe Shelley, dan John Keats. Dengan naskah lakon seperti, Remorse karya
Coleridge, Marino Fanceiro karya Byron, dan The
Cinci karya Shelley. Inggris menjadi berpengaruh kuat dalam
mempopulerkan aliran Romantik. Di Perancis, Victor Hugo menulis Hernani (
tahun 1830) . The Moor of Venice adalah naskah
lakon yang ditulis oleh Alfred de Vigny yang merupakan
adaptasi Othello. Alexandre Dumas pere menulis
lakon Henri III and his Court dan Christine .
Alfred de Musset menulislakon A Venician Nightdan No
Trifling With Love.
Teater Abad 19 dan Realisme
Banyak perubahan
terjadi di Eropa pada abad ke 19. karena Revolusi Industri.
Orang-orang berkelas pindah ke kota dan teater pun mulai berubah.
Bentuk-bentuk baru teater diciptakan untuk pekerja industri seperti Vaudeville (aksi-aksi
seperti rutinitas lagu dan tari), Berlesque (karya-karya drama yang
membuat subyek nampak menggelikan), danmelodrama (melebih-lebihkan
karakter dalam konflik – pahlawan vs penjahat). Sandiwara-sandiwara romantis
dan kebangkitan klasik dimainkan di gedung teater-teater yang megah pada
masa itu. Amerika Serikat masih mengandalkan gaya teater dan lakon Eropa.
Di tahun 1820, lilin-lilin dan lampu-lampu minyak digantikan oleh lampu-lampu
gas di gedung- gedung teater abad 19. Gedung Teater Savoy di London
(1881) yang mementaskan drama- drama Shakespeare adalah gedung
teater pertama yang panggungnya diterangi lampu listrik.
Pada abad 19 di Inggris
sebuah drama kloset atau naskah lakon yang sepenuhnya
tidak dapat dipentaskan bermunculan. Tercatat nama-nama penulis drama
kloset, seperti Wordswoth, Coleridge, Byron, Shelley,
Swinburne, Browning, dan Tennyson. Baru pada akhir abad 19 teater di
Inggris juga menunjukkan tanda-tanda kehidupan dengan munculnya Henry Arthur
Jones, Sir Arthur Wing Pinero, dan Oscar Wilde. Juga terlihat
kebangkitan pergerakan teater independen yang menjadi perintis pergerakan
“Teater Kecil” yang nanti di abad ke 20 tersebar luas,
misalnyai Theatre Libre Paris, Die Freie Buhne Berlin, independent
Theater London dan Miss Horniman’s Theater Manchester
yang mana Ibsen, Strindberg, Bjornson, Yeats, Shaw, Hauptmann dan
Synge mulai dikenal masyarakat. Selama akhir abad 19 di Jerman muncul dua
penulis lakon kaliber internasional yaitu Hauptmann dan Sudermann.
Seorang doktor Viennese, Arthur Schnitzler, menjadi dikenal luas di luar tempat
asalnya Austria dengan naskah lakon yang ringan dan menyenangkan berjudul Anatol.
Di Perancis, Brieux menjadi perintis teater realistis danklinis.
Belgia menghasilkan Maeterlinck. Di Paris, Cyrano de Bergerac,
karya Edmond Rostand. Sementara itu di Italia Giacosa menulis lakon
terbaiknya yang banyak dikenal, As the Leaves, dan mengarang
syair-syair untuk opera, La Boheme, Tosca, dan Madame
Butterfly. Verga menulis In the Porter’s Lodge, The Fox Hunt, dan Cavalleria
Rusticana, yang juga lebih dikenal melalui opera Muscagni;.Penulis
lakon Italia abad 19 yang paling terkenal adalah, Gabriel d’Annunzio,
Luigi Pirandello dan Sem Benelli dengan lakon berjudul Supper
of Jokes yang dikenal di Inggris dan Amerika sebagai The Jest.
Bennelli dengan lakonLove of the Three Kings-nya dikenal di luar
Italia dalam bentuk opera. Di Spanyol Jose Echegaray menulis The
World and His Wife; Jose Benavente dengan karyanya Passion
Flower dan Bonds of Interestdipentaskan di Amerika; dan
Sierra bersaudara dengan naskah lakon Cradle Song menjadi
penghubung abad ke 19 dan 20, seperti halnya Shaw, Glasworthy, dan
Barrie di Inggris, serta Lady Augusta Gregory dan W.B. Yeats di
Irlandia.
Sampai abad 19 teater di
Amerika dikuasai oleh “Stock Company”dengan sistem bintang. Sebuah
rombongan drama lengkap dengan peralatannya serta bintang-bintangnya mengadakan
perjalanan keliling. Dengan dibangunnya jaringan kereta api Stock
Company makin berkembang (1870). Namun akibatnya juga bahwa seni
Teater tersebar luar di seluruh Amerika. Maka muncullah teater-teater lokal.
Stock company lenyap sekitar tahun 1900. Sindikat teater berkuasa di Amerika
dari tahun 1896-1915. Realisme menguasai panggung-panggung teater Amerika
pada Abad 19. Usaha melukiskan kehidupan nyata secara teliti dan detail
ini dimulai dengan pementasan-pementasan naskah-naskah sejarah. Setting dan
kostum diusahakan sepersis mungkin dengan zaman cerita. Charles Kenble dalam
memproduksi “king john” tahun 1823 (naskah Shakespeare) mengusahakan
ketepatan sampai hal-hal yang detail.
Zaman Realisme yang
lahir pada penghujung abad 19 dapat dijadikan landas pacu lahirnya seni teater
modern di barat. Penanda yang kuat adalah timbulnya gagasan untuk mementaskan
lakon kehidupan di atas pentas dan menyajikannya seolah peristiwa itu terjadi
secara nyata. Gagasan ini melahirkan konvensi baru dan mengubah konvensi lama
yang lebih menampilkan seni teater sebagai sebuah pertunjukan yang memang
dikhususkan untuk penonton. Tidak ada lagi pamer keindahan bentuk akting dan
puitika kata-kata dalam Realisme. Semua ditampilkan apa adanya seperti sebuah
kenyataan kehidupan.
Diiringi dengan
perkembangan teknologi yang dapat digunakan untuk mendukung artistik pentas,
Realisme menjadi primadona di dunia barat. Seni teater yang menghadirkan
penggal kenyataan hidup di atas pentas ini begitu membius penggemarnya. Para
penonton dibuat terhanyut dan larut dalam cerita-cerita yang dimainkan. Pesona
semacam ini membuat Realisme begitu berpengaruh dalam waktu yang cukup lama.
Teater Abad 20
Teater telah berubah
selama ber -abad-abad. Gedung-gedung pertunjukan modern memiliki efek-efek
khusus dan teknologi baru. Orang datang ke gedung pertunjukan tidak
hanya untuk menyaksikan teater melainkan juga untuk menikmati
musik, hiburan, pendidikan, dan mempelajari hal-hal baru.
Rancangan-rancangan panggung termasuk pengaturan panggung arena, atau yang kita
sebut saat ini, Teater di Tengah-Tengah Gedung. Dewasa ini, beberapa cara
untuk mengekspresikan karakter-karakter berbeda dalam pertunjukan-pertunjukan
(disamping nada suara) dapat melalui musik, dekorasi, tata cahaya, dan efek
elektronik. Gaya-gaya pertunjukan realistis dan eksperimental ditemukan dalam
teater Amerika saat ini.
Seiring dengan
perkembangan waktu. Kualitas pertunjukan Realis oleh beberapa seniman dianggap
semakin menurun dan membosankan. Hal ini memdorong para pemikir teater untuk
menemukan satu bentuk ekspresi baru yang lepas dari konvensi yang sudah ada.
Wilayah jelajah artisitk dibuka selebar-lebarnya untuk kemungkinan perkembangan
bentuk pementasan seni teater. Dengan semangat melawan pesona Realisme, para
seniman mencari bentuk pertunjukannya sendiri. Pada awal abad 20 inilah istilah
teater Eksperimental berkembang. Banyak gaya baru yang lahir baik dari sudut
pandang pengarang, sutradara, aktor ataupun penata artistik. Tidak jarang usaha
mereka berhasil dan mampu memberikan pengaruh seperti gaya; Simbolisme,
Surealisme, Epik, dan Absurd. Tetapi tidak jarang pula usaha mereka berhenti
pada produksi pertama. Lepas dari hal itu, usaha pencarian kaidah artistik yang
dilakukan oleh seniman teater modern patut diacungi jempol karena usaha-usaha
tersebut mengantarkan kita pada keberagaman bentuk ekspresi dan makna keindahan.
Gaya
Pementasan
Gaya dapat didefinisikan
sebagai corak ragam penampilan sebuah pertunjukan yang merupakan wujud
ekspresi dari:
- Cara pribadi sang pengarang lakon dalam menerjemahkan
cerita kehidupan di atas pentas
- Konvensi atau aturan-aturan pementasan yang berlaku
pada masa lakon ditulis
- Konsep dasar sutradara dalam mementaskan lakon yang
dipilih untuk menegaskan makna tertentu.
Gaya penampilan
pertunjukan teater secara mendasar dibagi ke dalam tiga (3) gaya besar yaitu;
Presentasional, Representasional (Realisme), dan Post-Realistic.
v Presentasional
Hampir semua teater
klasik menggunakan gaya ini dalam pementasannya. Gaya Presentasional memiliki
ciri khas, “pertunjukan dipersembahkan khusus kepada penonton”. Bentuk-bentuk
teater awal selalu menggunakan gaya ini karena memang sajian pertunjukan mereka
benar-benar dipersembahkan kepada penonton. Yang termasuk dalam gaya ini
adalah:
Teater Klasik Yunani dan
Romawi
Teater Timur (Oriental)
termasuk teater tradisional Indonesia
Teater abad pertengahan
Commedia dell’arte,
teater abad 18
Unsur-unsur gaya
Presentasional adalah:
- Para pemain bermain langsung di hadapan penonton.
Artinya, karya seni pemeranan yang ditampilkan oleh para aktor di atas
pentas benar-benar disajikan kepada khalayak penonton sehingga bentuk
ekspresi wajah, gerak, wicara sengaja diperlihatkan lebih kepada penonton
daripada antarpemain.
- Gerak para pemain diperbesar (grand style),
menggunakan wicara menyamping (aside), dan banyak melakukan
soliloki (wicara seorang diri).
- Menggunakan bahasa puitis dalam dialog dan wicara.
Beberapa lakon yang
biasa dan dapat dipentaskan dengan gaya Presentasional, di antaranya adalah:
- Romeo and Juliet, Piramus dan Thisbi, Raja Lear,
Machbeth(William Shakespeare)
- Akal Bulus Scapin, Tartuff, Tabib Gadungan (Moliere)
- Oidipus (Sopokles)
- Epos dan Roman Sejarah yang biasa dipentaskan dalam
teater tradisonal Indonesia
Representasional (Realisme)
Seiring berkembangya
ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad 19, bersama itu pula teknik tata lampu
dan tata panggung maju pesat sehingga para seniman teater berusaha dengan keras
untuk mewujudkan gambaran kehidupan di atas pentas. Perwujudan dari usaha ini
melahirkan gaya yang disebut Representasional atau biasa disebut Realisme. Gaya
ini berusaha menampilkan kehidupan secara nyata di atas pentas sehingga apa
yang disaksikan oleh penonton seolah-olah bukanlah sebuah pentas teater tetapi
potongan cerita kehidupan yang sesungguhnya. Para pemain beraksi seolah-olah
tidak ada penonton yang menyaksikan. Tata artistik diusahakan benar-benar
menyerupai situasi sesungguhnya di mana lakon itu berlangsung.
Gaya Realisme sangat
mempesona karena berbeda sekali dengan gaya Presentasional. Para penonton tak
jarang ikut hanyut dalam laku cerita sehingga mereka merasakan bahwa apa yang
terjadi di atas pentas adalah kejadian sesungguhnya. Unsur-unsur gaya
Representasional adalah:
- Aktor saling bermain di antara mereka, beranggapan
seolah-olah penonton tidak ada sehingga mereka benar-benar memainkan
sebuah cerita seolah-olah sebuah kenyataan
- Menciptakan dinding keempat (the fourth wall)
sebagai pembatas imajiner antara penonton dan pemain
- Konvensi seperti wicara menyamping (aside) dan soliloki
sangat dibatasi
- Menggunakan bahasa sehari-hari.
Beberapa lakon yang
biasa dan dapat dipentaskan dengan gaya Representasional, di antaranya adalah:
- Kebun Cherry, Burung Manyar, Penagih Hutang, Pinangan(Anton Chekov)
- Hedda Gabbler, Hantu-hantu, Musuh Masyarakat (Henrik Ibsen)
- Senja Dengan Dua Kelelawar, Penggali Intan, Penggali
Kapur(Kirdjomuljo)
- Titik-titik Hitam (Nasjah
Djamin)
- Tiang Debu, Malam Jahanam (Motinggo Boesje)
Dalam perkembangannya
gaya Representasional atau Realisme ini melahirkan gaya-gaya baru yang masih
berada dalam ruang lingkupnya yaitu; Naturalisme, Selektif Realisme, dan
Sugestif Realisme (Mary McTigue, Ibid., 162).
Naturalisme merupakan
sub gaya Realisme yang paling ekstrim. Gaya ini menghendaki sajian pertunjukan
yang benar-benar mirip dengan kenyataan. Setiap detil dan struktur tata
panggung harus benar-benar mirip seperti aslinya sehingga panggung merupakan
potret kehidupan sesungguhnya. Naturalisme, selain menuntut pendekatan ilmiah,
juga percaya bahwa kondisi manusia amat ditentukan oleh faktor lingkungan dan
keturunan. Dalam prakteknya kaum naturalisme banyak mengungkapkan kemerosotan
dan kebobrokan masyarakat golongan bawah. Drama-drama mereka penuh dengan
kebusukan manusia dan hal-hal yang tak menyenangkan “dalam kehidupan”.
Panggung harus menggambarkan kenyataan sebenarnya yang mereka ambil dari
kehidupan nyata. Tokoh naturalisme yang sangat penting ialah Emile Zola. Ia
mengangkat : “Bukan drama, tetapi kehidupan yang harus disajikan pada
penonton”. Sebagai gerakan teater, naturalisme hanya hidup sampai tahun 1900
setelah itu hanya realisme yang semakin berpengaruh seiring dengan perkembangan
teknologi terutama kelistrikan yang dapat diguankan untuk menunjang teknik
pemanggungan.
Selektif Realisme,
merupakan cabang gaya Realisme yang memilih atau menyeleksi detil tertentu dan
digabungkan dengan unsur-unsur simbolik dalam manyajikan keseluruhan tata ruang
yang ada di atas pentas. Misalnya, dinding, pintu, dan jendela dibuat seperti
aslinya, tetapi atap rumah hanya dtampilkan dalam bentuk kerangka. Sedangkan
dalam Sugestif Realisme menggunakan bagian-bagian dari bangunan atau ruang yang
dipilih dan ditampilkan secara mendetil untuk memberikan gambaran sugestif
bentuk keseluruhannya. Misalnya, satu tiang ditampilkan untuk memberikan
gambaran ruang Istana dengan bantuan tata lampu yang mendukung, selebihnya
adalah imajinasi.
Gaya
Post-Realistic
Dalam abad 20, seniman
seni teater melakukan banyak usaha untuk membebaskan seni teater dari
batasan-batasan konvensi tertentu (Presentasional dan Representasional) dan
berusaha memperluas cakrawala kreativitas baik dari sisi penulisan lakon maupun
penyutradaraan. Gaya ini membawa semangat untuk melawan atau mengubah gaya
Realisme yang telah menjadi konvensi pada masa itu. Setiap seniman memiliki
caranya tersenidiri dalam mengungkapkan rasa, gagasan, dan kreasi artistiknya.
Banyak percobaan dilakukan sehingga pada masa tahun 1950-1970 di Eropa dan
Amerika gaya ini dikenal sebagai gaya Teater Eksperimen. Meskipun pada saat ini
banyak teater yang hadir dengan gaya Realisme tetapi kecenderungan untuk
melahirkan gaya baru masih saja lahir dari tangan-tangan kreatif pekerja seni teater.
Banyak gaya yang dapat digolongkan dalam Post-Realistic, beberapa di antaranya
sangat berpengaruh dan banyak di antaranya yang tidak mampu bertahan lama.
Unsur-unsur gaya
Post-Realistic adalah:
- Mengkombinasikan antara unsur Presentasional dan
Representasional
- Menghilangkan dinding keempat (the fourth wall),
dan terkadang berbicara langsung atau kontak dengan penonton
- Bahasa formal, sehari-hari, puitis digabungkan dengan
beberpa idiom baru atau dengan bahasa slank.
Beberapa gaya
Post-Realistic yang berpengaruh adalah:
- Simbolisme,
sebuah gaya yang menggunakan simbol-simbol untuk mengungkapkan makna lakon
atau ekspresi dan emosi tertentu. Meskipun pada awalnya gaya ini muncul
tahun 1180 di Perancis, namun baru memegang peranan berarti pada tahun
1900. Simbolisme tidak terlalu mempercayai kelima panca indera dan
pemikiran rasional untuk memahami kenyataan. Intuisi dipercayai untuk
memahami kenyataan karena kenyataan tak dapat dipahami secara logis, maka
kebenaran itu juga tidak mungkin diungkapkan secara logis pula. Kenyataan
yang hanya dapat dipahami melalui intuisi itu harus diungkapkan dalam
bentuk simbol-simbol. Untuk keperluan tersebut gaya ini mencoba
mensintesiskan beberapa cabang seni dalam pertunjukan seperti; seni rupa
(lukisan), musik, tata lampu, seni tari, dan unsur seni visual lain.
Simbolisme sering juga disebut sebagai Teater Multi-Media.
- Teatrikalisme,
mencoba menarik perhatian penonton secara langsung dan menyadarkan mereka
bahwa yang mereka tonton adalah pertunjukan teater dan bukan penggal
cerita kehidupan seperti dalam gaya Realisme. Sengaja menghapus “dinding
keempat”, menggunakan properti imajiner atau tata dekorasi yang
berganti-ganti di hadapan penonton.
- Surealisme,
sebuah gaya yang mendapat pengaruh dari berkembangnya teori psikologi
Sigmund Freud dalam usahanya untuk mengekspresikan dunia bawah sadar
manusia melalui simbol-simbol mimpi, penyimpangan watak atau kejiwaan
manusia, dan asosiasi bebas gagasan. Gaya ini begitu menarik karena
penonton seolah dibawa ke alam lain atau dunia mimpi yang terkadang muskil
tapi hampir bisa dirasakan dan pernah dialami oleh semua orang.
- Ekspresionisme, istilah ini diambil dari gerakan seni rupa pada akhir
abad 19 yang dipelopori oleh pelukis Van Gogh dan Gauguin. Namun gerakan
itu kemudian meluas pada bentuk-bentuk seni yang lain termasuk teater.
Ekspresionisme sudah ada dalam teater jauh sebelum masa itu, hanya masih
merupakan salah satu elemen saja dalam teater. Sebagai suatu gerakan
teater, ia baru muncul tahun 1910 di Jerman. Sukses pertama teater
ekspresionisme dicapai oleh Walter Hasenclever pada tahun 1914 dengan
dramanya Sang Anak. Adapun puncak gerakan ini terjadi sekitar tahun 1918
(pada saat Perang Dunia I) dan mulai merosot tahun 1925. Meskipun
mula-mula ekspresionisme berkembang di Eropa, terutama selama Perang Dunia
I (1914-1918), namun pengaruhnya menjangkau ke luar Eropa dan dalam masa
yang lebih kemudian. Beberapa dramawan Amerika yang terpengaruh oleh
gerakan ekspresionisme ini adalah: Elmer Rice, Eugene O’neill, Marc
Connelly, dan George Kaufman. Pengaruh ini terutama nampak dalam tata
panggung dan elemen visual yang lebih bebas diatasnya, adegan mimpi dalam
lokal realistis, misalnya adalah salah satu bentuk kebebasan itu. Jadi
teknik dramatik dan pendekatan-pendekatannya dalam pemanggungan merupakan
pengaruh besar ekspresionisme dalam teater abad 20 (Yakob Soemardjo:
1983-1984).
- Teater Epik,
disebut juga sebagai “teater pembelajaran”. Gaya ini menolak gaya
Realisme, empaty, dan ilusi dalam usahanya mengajarkan teori atau
pernytaan sosio-politis melalui penggunaan narasi, proyeksi, slogan, lagu,
dan bahkan terkadang melaljui kontak lang sung dengan penonton. Gaya ini
sering juga disebut “Teater Obsevasi”. Tokoh yang terkenal dalam gaya ini
adalah Bertold Brecht. Teater epik digunakan oleh Brecht untuk melawan apa
yang lazim disebut sebagai teater dramatik. Teater dramatik yang
konvensional ini dianggapnya sebagai sebuah pertunjukan yang membuat
penonton terpaku pasif. Sebab semua kejadian disuguhkan dalam bentuk “masa
kini” seolah-olah masyarakat dan waktu tidak pernah berubah. Dengan
demikian ada kesan bahwa kondisi sosial tak bisa berubah. Brecht berusaha
membuat penontonnya ikut aktif berpartisipasi dan merupakan bagian vital
dari peristiwa teater.
- Absurdisme, gaya
yang menyajikan satu lakon yang seolah tidak memiliki kaitan rasional
antara peristiwa satu dengan yang lain, antara percakapan satu dengan yang
lain. Unsur-unsur Surealisme dan Simbolisme digunakan bersamaan dengan
irrasionalitas untuk memberikan sugesti ketidakbermaknaan hidup manusia
serta kepelikan komunikasi antarsesama. Drama-drama yang kini disebut
absurd, pada mulanya dinamai eksistensialisme. Persoalan eksistensialisme
adalah mencari arti “Eksistensi” atau “ada”. Apa akibat arti itu bagi
kehidupan sehari-hari?. Pencarian makna “ada” ini berpusat pada diri
pribadi sang manusia dan keberadaannya di dunia. Dua tokoh eksistensialis
yang terkemuka adalah: Jean Paul Sartre (1905) dan Albert Camus
(1913-1960). Para dramawan setelah Sartre dan Camus lebih banyak
menekankan bentuk absurditas dunia itu sendiri. Dan obyek absurd itu
mereka tuangkan dalam bentuk teater yang absurd pula. Tokoh-tokoh Teater
Absurd di antaranya, adalah: Samuel Beckett (1906), Jean Genet (1910),
Harold Pinter, Edward Albee, dan Eugene Ionesco (1912).
Keunikan Karya Seni Teater Barat
Keunikan teater barat
dapat dilihat dari berbagai hal. Melihat sejarah teater barat. Salah satu
keunikan yang dapat di ketahui bahwa teater barat memiliki tema yang sedetail
mungkin. Teater barat juga memiliki gaya pementasan yang unik seperti gaya
pementasan teater epik dan absurdisme. terletak pada tata gerak, tata
busana, dan tatamusik.
Pesan Moral Seni Teater Barat
Kesenian lahir di
tengah-tengah masyarakat melalui individu (seniman). Keberadaan seni di masyarakat tidak lepas dari penciptaan yang terus-menerus
dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian di bidangnya. Awalnya seni
adalah milik perorangan sebagai bagian pencitraan diri terhadap kebutuhan
manusia di luar dirinya dalam bentuk perbuatan dan perilaku. Kemudian,
bentuk perbuatan dan perilaku yang bersifat individual tersebut masuk pada
masyarakat sebagai akibat dari hubungan antara individu dengan individu.
Hubungan yang
terus-menerus tersebut pada akhirnya melahirkan bentuk kesenian baru yang diakui oleh masyarakat luas sebagai perwujudan kehidupan
sosial.
Kesenian yang tumbuh dan
berkembang di lingkungan masyarakat
memiliki nilai keindahan dan nilai moral. Salah satu dasar keindahan
dan moral adalah ketertiban. Prinsip nilai keindahan membuat orang
dan masyarakat menjadi tertib dan selaras dengan pola pikir masyarakat
sesuai dengan norma yang berlaku. Sementara itu, ketertiban moral
berdasarkan pada hati atau batin yang selalu menanamkan budi pekerti yang
baik atau selalu menanamkan kesesuaian. Pertunjukan teater sebagai
bentuk kesenian tidak lepas dari kehidupan masyarakat,
keduanya memiliki keterkaitan yang erat. Persoalanpersoalan yang terjadi
di masyarakat kerap kali dijadikan inspirasi dalam berkreasi seni teater.