KATA
PENGANTAR
Puji serta
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelsaikan makalah ini, yang
Alhamdulillah telah selesai tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas
perubahan sosial yang berkaitan dengan cara berbahasa masyarakat saat ini, yang
sayangnya telah memberikan banyak dampak negatif bagi masyarakat sendiri,
terutama anak-anak dan remaja.
Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.
Bandung,
8 November 2012
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bahasa merupakan hal yang tak dapat lepas dari
manusia karena bahasa merupakan media komunikasi setiap makhluk hidup. Di dunia
ini terdapat banyak bahasa yang sangat beragam berdasarkan daerah
masing-masing.
Indonesia adalah Negara yang besar.
Negara yang terdiri dari ribuan pulau, suku bangsa, budaya, dan bahasa yang
berbeda-beda. Karena keberagaman bahasa tersebut, maka lahirlah bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Seiring berjalannya waktu, gaya
bahasa yang digunakan masyarakat Indonesia telah mengalami banyak perubahan.
Bahkan sekarang di masyarakat telah tersebar bahasa baru yang bermacam-macam,
diantaranya adalah bahasa alay, bahasa gaul, dan bahasa-bahasa lainnya.
Bahasa-bahasa tersebut sekarang sudah menjadi bahasa yang dipergunakan
sehari-hari oleh masyarakat, khususnya anak-anak dan remaja.
Bahasa-bahasa baru ini
terbentuk—biasanya, dari singkatan-singkatan dari beberapa kata yang dijadikan
satu kata untuk mempermudah seseorang dalam berbahasa. Bahasa baru ini juga
terbentuk dari perubahan-perubahan huruf yang terdapat dalam sebuah kata.
Kejadian ini tentu dilatarbelakangi
oleh kemajuan teknologi yang sudah sangat pesat. Masyarakat sekarang diharuskan
untuk menyingkat kata-kata yang akan digunakan dalam pesan singkat ataupun
jejaring sosial. Namun karena hal ini lah kebiasaan menyingkat-nyingkat bahasa
dan istilah-istilah baru sudah melekat pada diri masyarakat.
Memang tidak salah jika semua orang
ingin mempermudah dalam berbahasa. Bahkan ini merupakan suatu perubahan yang
positif, karena masyarakat dapat dengan mudah berbahasa. Tapi tentu dibalik
sisi positif, masih ada dampak negatif.
Lihatlah beberapa istilah baru yang
sedang popular di masyarakat. Ada beberapa kata yang bertujuan untuk
menjelekkan dan/atau merendahkan seseorang. Dan tak asing lagi jika kita
mendengar anak-anak kecil setingkatan taman kanak-kanak atau sekolah dasar
menggunakan kata-kata tersebut dengan seenaknya kepada temannya, kakak
kelasnya, tetangganya, adiknya, atau bahkan guru dan orangtuanya. Hal tersebut
tidak mustahil untuk terjadi, karena memang itulah yang sudah terjadi.
B. Rumusan
Masalah
»
Mengapa
anak-anak dapat menjadi seperti itu?
»
Apakah
orang tua mereka, ataupun orang yang lebih tua dari mereka tidak mengingatkan
atau bahkan melarang mereka untuk tidak mengatakan istilah-istilah yang kurang
sopan kepada yang lebih tua?
»
Bagaimana
semua istilah dan bahasa baru itu dapat dengan mudahnya menyebar dan melekat
pada diri masyarakat?
»
Adakah
pengaruhnya terhadap masa depan bangsa?
C. Tujuan
Pembahasan Masalah
Tujuan dari pembahasan dari permasalahan ini adalah
untuk mengetahui dan mengupas lebih lanjut mengapa dan bagaimana perubahan
kebiasaan berbahasa di masyarakat dapat terjadi, bagaimana dampaknya, dan hal
apa saja yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak negatif dari perubahan gaya berbahasa masyarakat.
D. Manfaat
Pembahasan
Manfaat
yang dapat diambil dari pembahasan adalah kita dapat menyadari dan
menyaring hal kecil apa saja yang patut
dan tidak patut untuk digunakan dalam berbahasa sehari-hari, serta tahu dimana
dan kepada siapa kita dapat bicara dengan bahasa yang sudah menjadi modern dan
bahasa seperti apa yang boleh digunakan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Prosedur Pembahasan
1. Objek
Pembahasan
Gaya berbahasa
yang digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Objek utama dari
permasalahan ini adalah pelajar.
Pelajar, dalam kehidupan sehari-harinya, sering menggunakan bahasa yang
disebut “alay”, “gaul” dan lain-lain, bahasa tersebut semakin sering digunakan, dan tanpa disadari,
bahasa-bahasa tersebut adalah bahasa-bahasa yang kurang santun bahkan
seharusnya tidak diucapkan karena berkesan mengejek.
Berdasarkan
hasil observasi, kami menemukan bahwa 100 % pelajar menggunakan bahasa gaul.
Tentunya, walau menggunakan bahasa gaul, masih ada diantara mereka yang
menggunakan bahasa yang sopan.
2. Instrumen
Pembahasan
Perubahan
sosial, adalah hal yang tak bisa lagi dihindari. Sesuai dengan perkembangan
zaman, kebutuhan dan cara hidup manusia semakin mengingkat. Sebelum membahas
permasalahan tentang “perubahan gaya berbahasa pada masyarakat” ada baiknya
kita mengetahui dasar dari permasalahan ini, yaitu perubahan sosial.
Pengertian
perubahan sosial masih belum dapat dipersatukan. Para ahli masih memiliki
perbedaan pendapat tentang definisi dari permasalahan ini. Oleh karena itu,
kami akan menyajikan definisi perubahan sosial dari beberapa ahli.
1.
William F.Ogburn mengemukakan bahwa “ruang lingkup
perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material
maupun yang immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur
kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial”.
2.
Kingsley Davis mengartikan “perubahan sosial sebagai
perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat”.
3.
MacIver mengatakan “perubahan-perubahan sosial merupakan
sebagai perubahanperubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau
sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial”.
4.
JL.Gillin dan JP.Gillin mengatakan “perubahan-perubahan sosial
sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena
perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk,
idiologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam
masyarakat”.
5.
Samuel Koenig mengatakan bahwa “perubahan sosial menunjukkan pada
modifikasimodifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia”.f.
Definisi lain adalah dari Selo Soemardjan. Rumusannya adalah “segala
perubahanperubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu
masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai,
sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat”.
Setelah
mempelajari definisi dari perubahan sosial, diketahui bahwa perubahan sosial
adalah perubahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Kadang, perubahan
ini terus terjadi tanpa kita sadari. Karena itu, untuk memperdalam pengetahuan
tentang perubahan sosial, berikut teori-teori tentang perubahan sosial.
1.
Teori Evolusi
Perspektif
ini pada dasarnya berpijak pada perubahan yang memerlukan waktu yang cukup lama
atau proses yang cukup panjang. Dalam proses tersebut terdapat beberapa tahapan
yang harus dilalui untuk mencapai perubahan yang diinginkan. Dari perspektif
ini akhirnya melahirkan bermacam-macam teori tentang evolusi. Teori tersebut
adalah unilinear theories of evolution, universal theories of evolution, dan multilined
theories of evolution.
i.
Unilinear
Theories of Evolution
Teori
ini berpendapat bahwa manusia dan masyarakat, termasuk kebudayaannya akan
mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan-tahapan tertentu dari bentuk yang
sederhana ke bentuk yang kompleks, dan akhirnya sempurna. Pelopor teori ini di
antaranya adalah Auguste Comte dan Herbert Spencer.
ii.
Universal
Theories of Evolution
Teori ini
menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap tertentu
yang tetap. Menurut Herbert Spencer, prinsip teori ini adalah bahwa masyarakat
merupakan hasil perkembangan dari kelompok homogen menjadi kelompok yang
heterogen.
iii.
Multilined
Theories of Evolution
Teori ini lebih
menekankan pada penelitian terhadap tahap-tahap perkembangan tertentu dalam
evolusi masyarakat. Misalnya melakukan penelitian tentang perubahan pola hidup
dari masyarakat tradisional yang memiliki pola pikir religio-magic ke
masyarakat industri yang memiliki pola pikir realistis-praktis.
2.
Teori Konflik
Perspektif
ini menjelaskan bahwa pertentangan atau konflik bermula dari pertikaian kelas
antara kelompok yang menguasai modal atau pemerintahan dengan kelompok yang
tertindas secara materiil, sehingga akan mengarah pada perubahan sosial. Sumber
yang paling penting dalam perubahan sosial menurut perspektif ini adalah
konflik kelas sosial di dalam masyarakat. Perspektif ini memiliki prinsip bahwa
konflik sosial dan perubahan sosial merupakan dua hal yang selalu melekat pada
struktur masyarakat. Perspektif ini menilai bahwa sesuatu yang konstan atau
tetap ada dalam suatu masyarakat adalah konflik sosial, bukan perubahan sosial.
Mengapa? Karena perubahan hanyalah akibat dari adanya konflik sosial yang
terjadi di masyarakat. Mengingat konflik berlangsung terus-menerus, maka
perubahan juga akan mengikutinya. Dua tokoh yang pemikirannya menjadi pedoman
dalam perspektif konflik ini adalah Karl Marx dan Ralf Dahrendorf. Secara umum,
perspektif konflik berpandangan bahwa perubahan sosial di masyarakat terjadi
karena faktor-faktor berikut ini.
i.
Setiap
masyarakat terus-menerus berubah.
ii.
Setiap
komponen masyarakat biasanya menunjang perubahan masyarakat.
iii.
Setiap
masyarakat biasanya berada dalam ketegangan dan konflik.
iv.
Kestabilan
sosial akan tergantung pada tekanan terhadap golongan yang satu oleh golongan
yang lainnya.
3.
Perspektif Fungsionalis
Konsep
yang berkembang dari perspektif ini adalah cultural lag (kesenjangan budaya).
Konsep ini mendukung perspektiffungsionalis untuk menjelaskan bahwa pada dasarnyaperubahan
sosial itu tidak lepas dari hubungan antara unsur-unsurkebudayaan dalam
masyarakat. Menurut perspektif ini,beberapa unsur kebudayaan bisa saja berubah
dengan sangatcepat, sementara unsur yang lainnya berubah sangat lambat,
sehingga tidak dapat mengikuti kecepatan perubahan unsur yang berjalan sangat
cepat tersebut. Unsur yang berubah sangat cepat umumnya yang berhubungan dengan
kebudayaan materiil, sedangkan unsur yang berubah secara perlahan atau lambat
adalah unsur yang berhubungan dengan kebudayaan nonmateriil. Dengan demikian,
yang terjadi adalah ketertinggalan unsur yang berubah secara perlahan tersebut.
Akibatnya muncul kesenjangan sosial dalam masyarakat atau yang dikenal dengan
istilah cultural lag.
Misalnya
pengrusakan terhadap telepon umum. Telepon umum sebagai fasilitas umum sangat
efektif untuk melakukan komunikasi, sehingga sudah selayaknyalah dirawat dan
dijaga. Kenyataannya, banyak telepon umum yang justru dirusak oleh masyarakat.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa dalam masyarakat terjadi cultural lag, di mana
alam pikiran manusia (nonmateriil) tidak mampu menyesuaikan diri dengan
perkembangan atau kemajuan teknologi (materiil).
Para
penganut perspektif ini lebih menerima perubahan sosial sebagai sesuatu yang
konstan dan tidak memerlukan penjelasan. Perubahan dianggap sebagai suatu hal
yang mengacaukan keseimbangan masyarakat. Proses pengacauan ini berhenti pada
saat perubahan itu telah diintegrasikan dalam kebudayaan. Apabila perubahan itu
ternyata bermanfaat maka dapat dikatakan bahwa perubahan itu bersifat
fungsional dan akhirnya diterima oleh masyarakat, tetapi jika terbukti
disfungsional atau tidak bermanfaat, maka perubahan itu akan ditolak. Tokoh
dari perspektif ini adalah William Ogburn.
Pandangan
perspektif fungsionalis dalam melihat suatu perubahan sosial dalam masyarakat
adalah sebagai berikut:
i.
Setiap
masyarakat relatif bersifat stabil.
ii.
Setiap
komponen masyarakat biasanya menunjang kestabilan masyarakat.
iii.
Setiap
masyarakat biasanya relatif terintegrasi.
iv.
Kestabilan
sosial sangat tergantung pada kesepakatan bersama (konsensus) di kalangan
anggota kelompok masyarakat.
4.
Teori Siklis
Menurut
perspektif ini, suatu perubahan sosial itu tidak dapat dikendalikan sepenuhnya
oleh siapapun dan oleh apapun. Hal ini karena dalam setiap masyarakat sudah
terdapat perputaran atau siklus yang harus diikutinya. Perspektif ini
berpandangan bahwa kebangkitan dan kemunduran suatu kebudayaan atau kehidupan
sosial merupakan hal yang wajar dan tidak dapat dihindari. Oleh karena itu
tidak menutup kemungkinan suatu perubahan sosial itu akan membawa kemunduran,
atau sebaliknya perubahan sosial akan membawa ke arah yang lebih baik.
Adapun beberapa
bentuk Teori Siklis yang lahir dari perspektif ini adalah sebagai berikut:
i.
Teori
Oswald Spengler (1880–1936)
Menurut
Spengler, setiap peradaban besar itu mengalami proses pentahapan mulai dari
kelahiran, pertumbuhan, dan akhirnya keruntuhan. Proses siklus ini memakan
waktu sekitar seribu tahun
ii.
Teori
Pitirim A. Sorokin (1889–1968)
Dalam teorinya,
Sorokin berpendapat bahwa semua peradaban besar itu berada dalam siklus tiga
sistem kebudayaan yang berputar tanpa akhir. Siklus tiga sistem kebudayaan ini
adalah sebagai berikut:
1.
Kebudayaan
ideasional, yaitu kebudayaan yang didasari oleh nilai-nilai dan kepercayaan
terhadap kekuatan supranatural.
2.
Kebudayaan
idealistis, yaitu kebudayaan di mana kepercayaan terhadap unsur adikodrati
(supranatural) dan rasionalitas yang berdasarkan fakta bergabung dalam
menciptakan masyarakat ideal.
3.
Kebudayaan
sensasi, yaitu kebudayaan di mana sensasi merupakan tolok ukur dari kenyataan
dan tujuan hidup.
iii.
Teori
Arnold Toynbee (1889–1975)
Peradaban
besar menurut pandangan Toynbee berada dalam siklus kelahiran, pertumbuhan,
keruntuhan, dan akhirnya kematian. Beberapa peradaban besar menurut Toynbee
telah mengalami kepunahan, kecuali peradaban Barat yang dewasa ini beralih
menuju ke tahap kepunahannya.
Setelah
mempelajari permasalahan dari perubahan sosial, dapat diketahui bahwa salah
satu permasalahan sosial yang saat ini dihadapi adalah perubahan gaya bahasa.
Memang, hal ini termasuk sepele, tapi jika tidak diperhatikan, masalah ini akan
semakin membesar dan akan menghancurkan moral para penerus bangsa. Oleh karena
itu, kami membahas topik ini untuk mengurangi dampak negatif dari perubahan
gaya bahasa.
Selama
waktu pengamatan, kami mengamati dan melakukan observasi terhadap masyarakat,
baik secara langsung di kehidupan nyata maupun dalam kehidupan berjejaring
sosial.
Awalnya
kami memperhatikan gaya berbahasa dari beberapa orang pelajar dan pengguna
jejaring sosial twitter, lalu kami membandingkan bahasa yang digunakan oleh
mereka. Dari hasil yang kami amati, beberapa pelajar yang kebanyakan
menggunakan jejaring sosial menggunakan bahasa yang sedang popular di jejaring
sosial. Mereka menggunakan bahasa tersebut dominannya terhadap teman-temannya.
Tapi tak dapat disangkal bahwa beberapa dari mereka menggunakan bahasa tersebut
kepada guru, meskipun bahasa yang mereka gunakan lebih sopan, tapi hal tersebut
memang agak jarang ditemukan.
Setelah
mengamati secara langsung, kami mengamati para pelajar langsung dari jejaring
sosial. Di jejaring sosial mereka lebih banyak menggunakan istilah-istilah baru
lebih banyak daripada dalam kehidupan nyata. Hal itu terjadi karena di jejaring
sosial mereka lebih bebas menggunakan dan mengkreasikan kata dan huruf secara
acak.
Maraknya
penggunaan jejaring sosial, pesan singkat, dan fasilitas-fasilitas lainnya yang
sangat mudah didapat dan digunakan masyarakat, juga harganya yang murah dan
terjangkau segala kalangan. Bahkan Indonesia merupakan Negara keempat terbanyak
pengguna situs jejaring sosial. Sepertinya kebanyakan waktu yang dihabiskan
oleh masyarakat Indonesia adalah untuk menggunakan jejaring sosial.
Karena
hal itulah berbagai bahasa dan istilah baru bermunculan di masyarakat. Karena
kebanyakan jejaring sosial dan pesan singkat membatasi karakter yang digunakan
untuk menyampaikan pesan. Mungkin awalnya pencetus istilah baru itu hanya
menggunakan istilah-istilah seperti itu dalam kelompoknya. Namun karena
jejaring sosial banyak digunakan dan sangat mudah pula untuk digunakan, bahasa
dan istilah baru itu menyebar ke masyarakat sesama pengguna jejaring sosial,
yang biasanya merupakan remaja. Kebanyakan remaja menganggap jika orang yang
menggunakan bahasa-bahasa itu patut dicontoh karena sangat bagus dan menarik.
Jika mereka tidak menggunakan gaya bahasa tersebut orang-orang akan
memanggilnya dengan “kampungan”, “norak”, dan “ketinggalan zaman”, sehingga
hampir seluruh remaja menggunakan gaya bahasa baru tersebut dalam kehidupan
sehari-hari.
Tentu
saja di lingkungan remaja ada keluarga. Dan yang menjadi sasaran utama adalah
anak-anak. Entah itu adik, sepupu, tetangga, atau apapun. Anak-anak mudah terpengaruh oleh apapun yang
berada di hadapannya kemudian menirukannya.
Masa
kanak-kanak merupakan masa bermain. Itu artinya setelah gaya bahasa baru ini
menyebar ke beberapa anak, saat mereka bermain mereka akan saling berbagi
pengetahuan tentang gaya bahasa baru yang sedang menjadi tren.
Ironisnya,
gaya bahasa dan istilah-istilah baru ini tidak semuanya cocok untuk anak-anak.
Sedangkan penyebaran dan pembiasaan berbahasa seperti ini sangat sulit
dihindari. Biasanya cara berbahasa seperti ini tersebar saat beberapa orang
sedang melakukan percakapan kecil, dan kemudian seseorang melontarkan suatu
istilah. Tentunya orang yang belum mengetahui artinya akan bertanya makna di
balik istilah tersebut, dan saat tahu artinya mereka langsung menggunakan saat
melanjutkan percakapan yang sempat terpotong. Selanjutnya anak yang baru saja
mengetahui istilah baru tersebut akan membagikannya kepada keluarga dan
keraba-kerabatnya yang lain.
Begitulah
cara kerja istilah-istilah dan bahasa baru dapat tersebar luas dan menjadi
kebiasaan masyarakat yang sudah paten dan sulit untuk dihilangkan.
Kebanyakan,
bahasa-bahasa baru ini kurang sopan dan tidak baik untuk dikatakan anak-anak,
dan bertujuan untuk mengatai orang lain. Tidak aneh lagi jika banyak anak-anak,
atau remaja, atau siapapun, untuk menggunakan bahasa-bahasa baru untuk menghina
orang lain, tanpa memikirkan perasaan orang yang dikatainya. Hal ini sudah
sangat sering dan sangat mudah dijumpai di masyarakat. Seakan-akan masyarakat
sudah terbiasa menghina orang lain.
Dan
bukan hal aneh lagi jika anak-anak atau remaja mengatai orang yang lebih tua
dari mereka dengan istilah-istilah baru itu. Tapi kebanyakan orang tua tidak
terlalu mempermasalahkan dan menganggap ini adalah hal yang biasa, mengatakan
mereka “cuma anak-anak” yang dianggap belum mengerti apapun. Padahal, karena
anak-anak belum mengerti apapun, seharusnya mereka dijaga dari hal-hal negatif
yang sepertinya sepele ini. Dengan kebiasaan seperti itu malah akan membentuk
suatu karakter yang jelek dalam diri anak. Karakter sombong, egois, dan ingin
menang sendiri.
Tanpa
disadari, hal sekecil inilah yang bisa mempengaruhi kelangsungan hidup bangsa
di masa depan. Jika semua generasi penerus bangsa memiliki sifat-sifat seperti
itu, bagaimana sistem pemerintahan dapat berjalan dengan lancar?
Selama
waktu pengerjaan tugas, kami juga mencoba memilah berbagai macam bahasa yang
termasuk kedalam bahasa gaul dan alay. Memang, kedua bahasa tersebut bisa
dibilang masih layak digunakan, tapi, terkadang bahasa tersebut digunakan untuk
mencemooh orang lain. Sangat berbeda dengan bahasa di zaman sebelum internet
mulai terkenal.
Untuk
meminimalisir dampak negatif dari penggunaan bahasa, diharapkan orang tua lebih
memantau anak-anaknya, karena pada usia remaja mereka sangat mudah terpengaruh
oleh hal-hal yang mereka anggap menarik. Sebagai pelajar, mereka mempunyai
tuntutan untuk mempelajari ilmu sebanyak-banyaknya. Oleh karena itu, hal-hal
baru yang mereka terima harusdisaring dan dipilah agar moral mereka tidak rusak.
B.
Waktu Dan Tempat Pembahasan
1. Waktu
Pembahasan
Pembahasan
dilakukan mulai dari hari Jum’at, 2 November 2012 s.d. hari Senin, 5 November
2012 mencakup waktu saat istirahat,
pulang sekolah, dan waktu-waktu lain dimana pelajar bisa berbicara dengan
santai. Kami juga melakukan observasi saat waktu belajar, untuk membandingkan
penggunaan bahasa pada beberapa sampel pelajar yang telah dipilih.
2. Tempat
pembahasan
Pengamatan
bertempat di lingkungan masyarakat dan sekolah.
Lingkungan sekolah dan sekitarnya biasanya merupakan tempat bagi para
pelajar untuk mengaplikasikan bahasa sehari-harinya. Ketika di ruang kelas,
pelajar kemungkinan menggunakan bahasa baku, dan tidak menggunakan bahasa gaul,
karena hal itu bisa dianggap tidak
sopan.
BAB
III
Kesimpulan
A.
Hasil Pembahasan
Perubahan gaya bahasa di Indonesia telah terjadi,
dan hal ini memang tak dapat dihindari. Sisi positif dari perubahan bahasa ini
adalah bahasa yang telah dimodernkan lebih mudah digunakan walau kadang-kadang
menyusahkan lawan bicara. Sisi negatif
B. Kesimpulan
Kesimpulan dari
pembahasan ini adalah gaya berbahasa
masyarakat saat ini memang praktis, tapi terlalu banyak memiliki sisi negatif, karena cara berbahasa yang baik dan
sopan merupakan hal penting untuk kelangsungan hidup bangsa di masa depan.
C.
Saran
Sebaiknya pihak keluarga maupun
sekolah lebih menekankan kepada anak-anak dan remaja, khususnya pelajar, untuk
lebih menyaring hal apa saja yang patut untuk digunakan dalam berbahasa, tetapi
tetap menjaga sopan santun jika berbicara kepada yang lebih tua maupun atasan.
Karena hal yang besar itu tentunya dimulai dari hal kecil yang kadang kurang
diperhatikan. Dengan melatih para penerus bangsa agar berbahasa dengan benar
dan sopan akan menimbulkan sikap positif dan rasa cinta terhadap tanah air,
menghargai pendapat orang lain, juga menghormati sesama. Dan hal-hal
tersebut-lah awal dari kesuksesan masa depan bangsa, karena prilaku generasi
muda sekarang merupakan cermin keadaan bangsa di masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar