1.
Kebijakan Jepang dalm bidang politik dan
pemerintahan
Pemerintahan:
Memasuki Pemerintahan Indonesia secara
pelan-pelan,pada awalnya rakyat masih di bolehkan menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa resmi disamping menggunakan bahasa Jepang,Bendera Merah Putih
boleh dikibarkan berdampingan dengan bendera Jepang Hinomaru.Begitu juga lagu
Indonesia Raya boleh dinyanyikan di samping lagu kebangsaan Jepang yaitu
Kimigayo. Pengibaran sangsaka Merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia raya
ini hanya pada awal pendudukan Jepang saja selama dua minggu
berkuasa,mengikutkan rakyat dalam berbagai organisasi resmi pembentukan
Jepang,menarik simpati umat Islam dengan mengizinkan organisasi Majlis Islam tetap
berdiri,rakyat diharuskan menyerahkan besi tua,semua harta peninggalan
Belanda,hasil perkebunan,ataupun paprik disita
Politik:
Kebijakan pertama yang dilakukan Dai Nippon
(pemerintah militer Jepang) adalah melarang semua rapat dan kegiatan politik.
Pada tanggal20 Maret 1942, dikeluarkan peraturan yang membubarkan semua
organisasi politik dan semua bentuk perkumpulan. Pada tanggal 8 September 1942
dikeluarkan UU no. 2 Jepang mengendalikan seluruh organisasi nasional.
Selain itu, Jepangpun melakukan propaganda
untuk menarik simpati bangsa Indonesia dengan cara:
·
Menganggap Jepang sebagai saudara tua bangsa
Asia (Hakko Ichiu)
·
Melancarkan semboyan 3A (Jepang pemimpin, Jepang
cahaya dan Jepang pelindung Asia)
·
Melancarkan simpati lewat pendidikan berbentuk
beasiswa pelajar.
·
Menarik simpati umat Islam untuk pergi Haji
·
Menarik simpati organisasi Islam MIAI.
·
Melancarkan politik dumping
·
engajak untuk bergabung tokoh-tokoh perjuangan
Nasional seperti: Ir. Soekarno, Drs. M. Hatta serta Sutan Syahrir, dengan cara
membebaskan tokoh tersebut dari penahanan Belanda.
Selain
propaganda, Jepang juga melakukan berbagai tindakan nyata berupa pembentukan
badan-badan kerjasama seperti berikut:
Putera (Pusat Tenaga Rakyat) dengan tujuan
membujuk kaum Nasionalis sekuler dan intelektual agar menyerahkan tenaga dan
pikirannya untuk mengabdi kepada Jepang.
Jawa Hokokai (Himpunan kebaktian Jawa)
merupakan organisasi sentral dan terdiri dari berbagai macam profesi (dokter,
pendidik, kebaktian wanita pusat dan perusahaan).
Penerapan sistem Autarki
(daerah yang harus memenuhi kebutuhan sendiri dan kebutuhan perang). Sistem ini
diterapkan di setiap wilayah ekonomi. Contoh Jawa menjadi 17 daerah, Sumatera 3
daerah, dan Meinsefu (daerah yang diperintah Angkatan Laut) 3 daerah. Setelah
penyerahan kekuasaan dari Belanda kepada Jepang di Kalijati maka seluruh daerah
Hindia Belanda menjadi 3 daerah pemerintahan militer:
Daerah bagian tengan meliputi Jawa dan
Madura dikuasai oleh tentara keenambelas denagn kantor pusat di Batavia (Jakarta).
Daerah bagian Barat meliputi Sumatera
dengan kantor pusat di Bukittinggi dikuasai oleh tentara keduapuluhlima.
Daerah bagian Timur meliputi Kalimantan,
Sulawesi, Nusantara, Maluku dan Irian Jaya dibawah kekuasaan armada selatan
kedua dengan pusatnya di Makassar.
Selain kebijakan politik di atas, pemerintah Militer Jepang juga
melakukan perubahan dalam birokrasi pemerintahan, diantaranya adalah
pembentukan organisasi pemerintahan di tingkat pusat dengan membentuk
Departemen dan pembentukan Cou Sang In/dewan penasehat. Untuk mempermudah
pengawasan dibentuk tiga pemerintahan militer yakni:
Pembentukan Angkatan Darat/Gunseibu,
membawahi Jawa dan Madura dengan Batavia sebagai pusat dan dikenal dengan
tentara ke enam belas dipimpin oleh Hitoshi Imamura.
Pembentukan Angkatan Darat/Rikuyun, yang
membawahi Sumatera dengan pusat Bukit Tinggi (Sumatera Barat) yang dikenal
dengan tentara ke dua puluh lima dipimpin oleh Jendral Tanabe.
Pembentukan Angkatan Laut/Kaigun, yang
membawahi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian dengan pusatnya
Ujung Pandang (Makasar) yang dikenal dengan Armada Selatan ke dua dengan nama
Minseifu dipimpin Laksamana Maeda.
Untuk kedudukan pemerintahan militer sementara khusus Asia Tenggara
berpusat di Dalat/Vietnam.
Pada masa pendudukan Jepang perjuangan untuk mencapai kemerdekan
dilakukan secara kooperatif (bekerja sama) serta dengan cara sembunyi-sembunyi
atau bawah tanah. Adapun organisasi-organisasi buatan Jepang yang digunakan
untuk menanamkan nasionalisme Indonesia antara lain sebagai berikut.
a.
Gerakan Tiga A
Gerakan Tiga A dibentuk pada bulan April 1942, dengan ketuanya adalah
Mr. Syamsudin. Semboyan Gerakan Tiga A adalah:
1.
Nippon Cahaya Asia,
2.
Nippon Pelindung Asia
3.
Nippon Pemimpin Asia.
Tujuan Gerakan Tiga A adalah menanamkan kepercayaan rakyat bahwa Jepang
adalah pelindung dan pemimpin Asia. Namun, rakyat Indonesia telah mengetahui
maksud propaganda gerakan tersebut. Karena tidak mendapat sambutan dari rakyat,
maka Gerakan Tiga A dibubarkan.
b.
Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
Pusat Tenaga Rakyat dibentuk
pada tanggal 1 Maret 1943. Pendirinya adalah Empat Serangkai yang terdiri dari
Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Mansyur. Tujuan
Putera adalah memusatkan seluruh kekuatan rakyat untuk membantu Jepang
menghadapi Sekutu.
c.
Badan Pertimbangan Pusat (Chuo Sang In)
Chuo Sang In dibentuk pada tanggal 5 September 1943 atas anjuran Perdana
Menteri Jenderal Hideki Tojo. Ketuanya adalah Ir. Soekarno sedangkan wakilnya
adalah R.M.A.A Koesoemo Oetojo dan dr. Boentaran Martoatmojo. Tugas badan ini
adalah memberi masukan dan pertimbangan kepada pemerintah Jepang dalam
mengambil keputusan.
2.
Kebijakan Jepang dalam ekonomi dan sosial
Ekonomi:
. Pengaruh Kebijakan Jepang Pada Bidang
Ekonomi
Pada kedua aspek ini, praktek eksploitasi ekonomi dan sosial yang
dilakukan Jepang terhadap bangsa Indonesia dan Anda bisa membandingkan dampak
ekonomi dan sosial dengan dampak politis dan birokrasi. Hal-hal yang
diberlakukan dalam sistem pengaturan ekonomi pemerintah Jepang adalah sebagai
berikut:
Kegiatan ekonomi diarahkan untuk
kepentingan perang maka seluruh potensi sumber daya alam dan bahan mentah
digunakan untuk industri yang mendukung mesin perang. Jepang menyita seluruh
hasil perkebunan, pabrik, Bank dan perusahaan penting. Banyak lahan pertanian
yang terbengkelai akibat titik berat kebijakan difokuskan pada ekonomi dan
industri perang. Kondisi tersebut menyebabkan produksi pangan menurun dan
kelaparan serta kemiskinan meningkat drastis.
Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi
secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat berat. Pengawasan tersebut
diterapkan pada penggunaan dan peredaran sisa-sisa persediaan barang.
Pengendalian harga untuk mencegah meningkatnya harga barang. Pengawasan
perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan sekaligus memonopoli penjualannya.
Pembatasan teh, kopi dan tembakau, karena tidak langsung berkaitan dengan
kebutuhan perang. Monopoli tebu dan gula, pemaksaan menanam pohon jarak dan
kapas pada lahan pertanian dan perkebunan merusak tanah.
Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem
autarki (memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang).
Konsekuensinya tugas rakyat beserta semua kekayaan dikorbankan untuk
kepentingan perang. Hal ini jelas amat menyengsarakan rakyat baik fisik maupun
material.
Pada tahun 1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak,
sehingga tuntutan akan kebutuhan bahan-bahan perang makin meningkat. Untuk
mengatasinya pemerintah Jepang mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan
barang secara besar-besaran melalui Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi
pertanian), serta instansi resmi pemerintah. Dampak dari kondisi tersebut, rakyat
dibebankan menyerahkan bahan makanan 30% untuk pemerintah, 30% untuk lumbung
desa dan 40% menjadi hak pemiliknya. Sistem ini menyebabkan kehidupan rakyat
semakin sulit, gairah kerja menurun, kekurangan pangan, gizi rendah, penyakit
mewabah melanda hampir di setiap desa di pulau Jawa salah satunya: Wonosobo (Jateng)
angka kematian 53,7% dan untuk Purworejo (Jateng) angka kematian mencapai
224,7%. Bisa Anda bayangkan bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan
bangsa Indonesia pada masa Jepang (bahkan rakyat dipaksa makan makanan hewan
seperti keladi gatal, bekicot, umbi-umbian).
Kebijakan pemerintah pada pendudukan Jepang pada bidang social antara
lain berupa pengerahan tenaga rakyat untuk melaksanakan kerja paksa. Selain
itu, para pemuda juga diwajibkan untuk masuk menjadi anggota organisasi militer
maupun semi militer yang dibentuk Jepang.
·
Romusha
Romusha adalah kerja paksa (tanpa dibayar) pada zaman penduduka Jepang.
Tujuannya adalah membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan rakyat
Jepang. Sarana dan prasarana tersebut antara lain jembatan, lapangan terbang,
serta gua-gua tempat persembunyian.
·
Kinrohosi
Kinrohosi adalah kerja paksa (tanpa dibayar) untuk para pamong desa dan
pegawair rendahan. Mereka diperlakukan sebagai tenaga romusha yang lainnya.
Para kinrohosi banyak yag dikirim ke luar Jawa untuk membantu membuat
pertahanan tentara Jepang.
Budaya:
Di bidang sosial, kehadiran Jepang selain
membuat rakyat menderita kemiskinan karena kekurangan sumber daya alam, hal
lain juga terjadi yang berupa pemanfaatan sumber daya manusia. Pengerahan tenaga
manusia untuk melakukan kerja paksa (Romusha) serta dilibatkannya para pemuda
untuk masuk dalam organisasi militer maupun semi militer. Dibidang budaya
terjadi keharusan menggunakan bahasa Jepang di samping bahasa Indonesia. Rakyat
juga diharuskan membungkukkan badan kearah timur sebagai tanda hormat kepada
kaisar di Jepang pada setiap pagi hari (Seikerei).
3.
Kebijakan Jepang dalam bidang militer
Pada aspek
militer ini, badan-badan militer yang dibuat Jepang semata-mata karena kondisi
militer Jepang yang semakin terdesak dalam perang Pasifik.
Memasuki tahun kedua
pendudukannya (1943), Jepang semakin intensif mendidik dan melatih
pemuda-pemuda Indonesia di bidang militer. Hal ini disebabkan karena situasi di
medan pertempuran (Asia – Pasifik) semakin menyulitkan Jepang. Mulai dari
pukulan Sekutu pada pertempuran laut di Midway (Juni 1942) dan sekitar Laut
Karang (Agustus ’42 – Februari 1943). Kondisi tersebut diperparah dengan
jatuhnya Guadalacanal yang merupakan basis kekuatan Jepang di Pasifik (Agustus
1943).
Situasi di atas membuat Jepang melakukan konsolidasi kekuatan dengan
menghimpun kekuatan dari kalangan pemuda dan pelajar Indonesia sebagai tenaga
potensial yang akan diikutsertakn dalam pertempuran menghadapi Sekutu.
Berikut ini wajib militer yang dibentuk
untuk membantu Jepang menghadapi Sekutu.
·
Seinendan (Barisan Pemuda), dibentuk tanggal 9
Maret 1943 dengan anggota para pemuda usia 14-22 tahun.
·
Keibodan (Barisan Pembantu Polisi), dibentuk
tanggal 29 April 1943 dengan anggota para pemuda usia 23-25 tahun.
·
Fujinkai (Barisan Wanita), dibentuk pada bulan
Agustus 1943, dengan anggota para wanita usia 15 tahun ke atas.
·
Gakutotai (Barisan Pelajar), anggotanya terdiri
dari murid-miridd sekolah lanjutan.
·
Heiho (Pembantu Pranjurit Jepang), dibentuk pada
bulan April 1943 dengan anggota pemuda berusia 18-25 tahun.
·
PETA (Pembela Tanah Air), dibentuk pada tanggal
3 Oktober 1943 dengan tujuan untuk memoertahankan tanah air Indonesia dari
penjajahan bangsa Barat.
·
Jawa Hohokai (Kebaktian Rakyat Jawa), dibentuk
pada tanggal 1 Maret 1944 dengan tujuan untuk mengerahkan rakyat agar mau
membantu atau berbakti kepada Jepang.
·
Suisyintai (Barisan Pelopor), dibentuk pada
tanggal 24 September 1944 dan diresmikan pada tanggal 25 September 1944.
Tujuannya untuk meningkatkan kesiapsiagaan rakyat.
Sumber: http://fernadrewbieber.blogspot.com/2013/12/pengaruh-kebijakan-pemerintah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar