Pages

Minggu, 28 Juni 2015

Kebijakan Jepang | Shattered Stories


1.       Kebijakan Jepang dalm bidang politik dan pemerintahan
Pemerintahan:
Memasuki Pemerintahan Indonesia secara pelan-pelan,pada awalnya rakyat masih di bolehkan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi disamping menggunakan bahasa Jepang,Bendera Merah Putih boleh dikibarkan berdampingan dengan bendera Jepang Hinomaru.Begitu juga lagu Indonesia Raya boleh dinyanyikan di samping lagu kebangsaan Jepang yaitu Kimigayo. Pengibaran sangsaka Merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia raya ini hanya pada awal pendudukan Jepang saja selama dua minggu berkuasa,mengikutkan rakyat dalam berbagai organisasi resmi pembentukan Jepang,menarik simpati umat Islam dengan mengizinkan organisasi Majlis Islam tetap berdiri,rakyat diharuskan menyerahkan besi tua,semua harta peninggalan Belanda,hasil perkebunan,ataupun paprik disita

Politik:
Kebijakan pertama yang dilakukan Dai Nippon (pemerintah militer Jepang) adalah melarang semua rapat dan kegiatan politik. Pada tanggal20 Maret 1942, dikeluarkan peraturan yang membubarkan semua organisasi politik dan semua bentuk perkumpulan. Pada tanggal 8 September 1942 dikeluarkan UU no. 2 Jepang mengendalikan seluruh organisasi nasional.
Selain itu, Jepangpun melakukan propaganda untuk menarik simpati bangsa Indonesia dengan cara:
·         Menganggap Jepang sebagai saudara tua bangsa Asia (Hakko Ichiu)
·         Melancarkan semboyan 3A (Jepang pemimpin, Jepang cahaya dan Jepang pelindung Asia)
·         Melancarkan simpati lewat pendidikan berbentuk beasiswa pelajar.
·         Menarik simpati umat Islam untuk pergi Haji
·         Menarik simpati organisasi Islam MIAI.
·         Melancarkan politik dumping
·         engajak untuk bergabung tokoh-tokoh perjuangan Nasional seperti: Ir. Soekarno, Drs. M. Hatta serta Sutan Syahrir, dengan cara membebaskan tokoh tersebut dari penahanan Belanda.
Selain propaganda, Jepang juga melakukan berbagai tindakan nyata berupa pembentukan badan-badan kerjasama seperti berikut:
Putera (Pusat Tenaga Rakyat) dengan tujuan membujuk kaum Nasionalis sekuler dan intelektual agar menyerahkan tenaga dan pikirannya untuk mengabdi kepada Jepang.
Jawa Hokokai (Himpunan kebaktian Jawa) merupakan organisasi sentral dan terdiri dari berbagai macam profesi (dokter, pendidik, kebaktian wanita pusat dan perusahaan).
              Penerapan sistem Autarki (daerah yang harus memenuhi kebutuhan sendiri dan kebutuhan perang). Sistem ini diterapkan di setiap wilayah ekonomi. Contoh Jawa menjadi 17 daerah, Sumatera 3 daerah, dan Meinsefu (daerah yang diperintah Angkatan Laut) 3 daerah. Setelah penyerahan kekuasaan dari Belanda kepada Jepang di Kalijati maka seluruh daerah Hindia Belanda menjadi 3 daerah pemerintahan militer:
Daerah bagian tengan meliputi Jawa dan Madura dikuasai oleh tentara keenambelas denagn kantor pusat di Batavia (Jakarta).
Daerah bagian Barat meliputi Sumatera dengan kantor pusat di Bukittinggi dikuasai oleh tentara keduapuluhlima.
Daerah bagian Timur meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusantara, Maluku dan Irian Jaya dibawah kekuasaan armada selatan kedua dengan pusatnya di Makassar.
             Selain kebijakan politik di atas, pemerintah Militer Jepang juga melakukan perubahan dalam birokrasi pemerintahan, diantaranya adalah pembentukan organisasi pemerintahan di tingkat pusat dengan membentuk Departemen dan pembentukan Cou Sang In/dewan penasehat. Untuk mempermudah pengawasan dibentuk tiga pemerintahan militer yakni:
Pembentukan Angkatan Darat/Gunseibu, membawahi Jawa dan Madura dengan Batavia sebagai pusat dan dikenal dengan tentara ke enam belas dipimpin oleh Hitoshi Imamura.
Pembentukan Angkatan Darat/Rikuyun, yang membawahi Sumatera dengan pusat Bukit Tinggi (Sumatera Barat) yang dikenal dengan tentara ke dua puluh lima dipimpin oleh Jendral Tanabe.
Pembentukan Angkatan Laut/Kaigun, yang membawahi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian dengan pusatnya Ujung Pandang (Makasar) yang dikenal dengan Armada Selatan ke dua dengan nama Minseifu dipimpin Laksamana Maeda.
             Untuk kedudukan pemerintahan militer sementara khusus Asia Tenggara berpusat di Dalat/Vietnam.

             Pada masa pendudukan Jepang perjuangan untuk mencapai kemerdekan dilakukan secara kooperatif (bekerja sama) serta dengan cara sembunyi-sembunyi atau bawah tanah. Adapun organisasi-organisasi buatan Jepang yang digunakan untuk menanamkan nasionalisme Indonesia antara lain sebagai berikut.

a.   Gerakan Tiga A
          
             Gerakan Tiga A dibentuk pada bulan April 1942, dengan ketuanya adalah Mr. Syamsudin. Semboyan Gerakan Tiga A adalah:
1.          Nippon Cahaya Asia,
2.          Nippon Pelindung Asia
3.          Nippon Pemimpin Asia.
         
             Tujuan Gerakan Tiga A adalah menanamkan kepercayaan rakyat bahwa Jepang adalah pelindung dan pemimpin Asia. Namun, rakyat Indonesia telah mengetahui maksud propaganda gerakan tersebut. Karena tidak mendapat sambutan dari rakyat, maka Gerakan Tiga A dibubarkan.


b.   Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
         
                Pusat Tenaga Rakyat dibentuk pada tanggal 1 Maret 1943. Pendirinya adalah Empat Serangkai yang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Mansyur. Tujuan Putera adalah memusatkan seluruh kekuatan rakyat untuk membantu Jepang menghadapi Sekutu.

c.   Badan Pertimbangan Pusat (Chuo Sang In)

            Chuo Sang In dibentuk pada tanggal 5 September 1943 atas anjuran Perdana Menteri Jenderal Hideki Tojo. Ketuanya adalah Ir. Soekarno sedangkan wakilnya adalah R.M.A.A Koesoemo Oetojo dan dr. Boentaran Martoatmojo. Tugas badan ini adalah memberi masukan dan pertimbangan kepada pemerintah Jepang dalam mengambil keputusan.

2.       Kebijakan Jepang dalam ekonomi dan sosial
Ekonomi:
. Pengaruh Kebijakan Jepang Pada Bidang Ekonomi

             Pada kedua aspek ini, praktek eksploitasi ekonomi dan sosial yang dilakukan Jepang terhadap bangsa Indonesia dan Anda bisa membandingkan dampak ekonomi dan sosial dengan dampak politis dan birokrasi. Hal-hal yang diberlakukan dalam sistem pengaturan ekonomi pemerintah Jepang adalah sebagai berikut:
Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang maka seluruh potensi sumber daya alam dan bahan mentah digunakan untuk industri yang mendukung mesin perang. Jepang menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik, Bank dan perusahaan penting. Banyak lahan pertanian yang terbengkelai akibat titik berat kebijakan difokuskan pada ekonomi dan industri perang. Kondisi tersebut menyebabkan produksi pangan menurun dan kelaparan serta kemiskinan meningkat drastis.
Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat berat. Pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan dan peredaran sisa-sisa persediaan barang. Pengendalian harga untuk mencegah meningkatnya harga barang. Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan sekaligus memonopoli penjualannya. Pembatasan teh, kopi dan tembakau, karena tidak langsung berkaitan dengan kebutuhan perang. Monopoli tebu dan gula, pemaksaan menanam pohon jarak dan kapas pada lahan pertanian dan perkebunan merusak tanah.
Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki (memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang). Konsekuensinya tugas rakyat beserta semua kekayaan dikorbankan untuk kepentingan perang. Hal ini jelas amat menyengsarakan rakyat baik fisik maupun material.
             Pada tahun 1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak, sehingga tuntutan akan kebutuhan bahan-bahan perang makin meningkat. Untuk mengatasinya pemerintah Jepang mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara besar-besaran melalui Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta instansi resmi pemerintah.      Dampak dari kondisi tersebut, rakyat dibebankan menyerahkan bahan makanan 30% untuk pemerintah, 30% untuk lumbung desa dan 40% menjadi hak pemiliknya. Sistem ini menyebabkan kehidupan rakyat semakin sulit, gairah kerja menurun, kekurangan pangan, gizi rendah, penyakit mewabah melanda hampir di setiap desa di pulau Jawa salah satunya: Wonosobo (Jateng) angka kematian 53,7% dan untuk Purworejo (Jateng) angka kematian mencapai 224,7%. Bisa Anda bayangkan bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan bangsa Indonesia pada masa Jepang (bahkan rakyat dipaksa makan makanan hewan seperti keladi gatal, bekicot, umbi-umbian).
            Kebijakan pemerintah pada pendudukan Jepang pada bidang social antara lain berupa pengerahan tenaga rakyat untuk melaksanakan kerja paksa. Selain itu, para pemuda juga diwajibkan untuk masuk menjadi anggota organisasi militer maupun semi militer yang dibentuk Jepang.

·         Romusha
Romusha adalah kerja paksa (tanpa dibayar) pada zaman penduduka Jepang. Tujuannya adalah membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan rakyat Jepang. Sarana dan prasarana tersebut antara lain jembatan, lapangan terbang, serta gua-gua tempat persembunyian.

·         Kinrohosi
Kinrohosi adalah kerja paksa (tanpa dibayar) untuk para pamong desa dan pegawair rendahan. Mereka diperlakukan sebagai tenaga romusha yang lainnya. Para kinrohosi banyak yag dikirim ke luar Jawa untuk membantu membuat pertahanan tentara Jepang.

Budaya:
Di bidang sosial, kehadiran Jepang selain membuat rakyat menderita kemiskinan karena kekurangan sumber daya alam, hal lain juga terjadi yang berupa pemanfaatan sumber daya manusia. Pengerahan tenaga manusia untuk melakukan kerja paksa (Romusha) serta dilibatkannya para pemuda untuk masuk dalam organisasi militer maupun semi militer. Dibidang budaya terjadi keharusan menggunakan bahasa Jepang di samping bahasa Indonesia. Rakyat juga diharuskan membungkukkan badan kearah timur sebagai tanda hormat kepada kaisar di Jepang pada setiap pagi hari (Seikerei).

3.       Kebijakan Jepang dalam bidang militer
Pada aspek militer ini, badan-badan militer yang dibuat Jepang semata-mata karena kondisi militer Jepang yang semakin terdesak dalam perang Pasifik.
              Memasuki tahun kedua pendudukannya (1943), Jepang semakin intensif mendidik dan melatih pemuda-pemuda Indonesia di bidang militer. Hal ini disebabkan karena situasi di medan pertempuran (Asia – Pasifik) semakin menyulitkan Jepang. Mulai dari pukulan Sekutu pada pertempuran laut di Midway (Juni 1942) dan sekitar Laut Karang (Agustus ’42 – Februari 1943). Kondisi tersebut diperparah dengan jatuhnya Guadalacanal yang merupakan basis kekuatan Jepang di Pasifik (Agustus 1943).
            Situasi di atas membuat Jepang melakukan konsolidasi kekuatan dengan menghimpun kekuatan dari kalangan pemuda dan pelajar Indonesia sebagai tenaga potensial yang akan diikutsertakn dalam pertempuran menghadapi Sekutu.
          Berikut ini wajib militer yang dibentuk untuk membantu Jepang menghadapi Sekutu.
·         Seinendan (Barisan Pemuda), dibentuk tanggal 9 Maret 1943 dengan anggota para pemuda usia 14-22 tahun.
·         Keibodan (Barisan Pembantu Polisi), dibentuk tanggal 29 April 1943 dengan anggota para pemuda usia 23-25 tahun.
·         Fujinkai (Barisan Wanita), dibentuk pada bulan Agustus 1943, dengan anggota para wanita usia 15 tahun ke atas.
·         Gakutotai (Barisan Pelajar), anggotanya terdiri dari murid-miridd sekolah lanjutan.
·         Heiho (Pembantu Pranjurit Jepang), dibentuk pada bulan April 1943 dengan anggota pemuda berusia 18-25 tahun.
·         PETA (Pembela Tanah Air), dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943 dengan tujuan untuk memoertahankan tanah air Indonesia dari penjajahan bangsa Barat.
·         Jawa Hohokai (Kebaktian Rakyat Jawa), dibentuk pada tanggal 1 Maret 1944 dengan tujuan untuk mengerahkan rakyat agar mau membantu atau berbakti kepada Jepang.
·         Suisyintai (Barisan Pelopor), dibentuk pada tanggal 24 September 1944 dan diresmikan pada tanggal 25 September 1944. Tujuannya untuk meningkatkan kesiapsiagaan rakyat.



Sumber: http://fernadrewbieber.blogspot.com/2013/12/pengaruh-kebijakan-pemerintah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar